HARI-HARI ini desakan untuk audit forensik IT KPU bagi SIREKAP (Sistem Rekapitulasi Suara Pemilu 2024) sudah mewarnai hampir semua pemberitaan, terutama setelah ditengarai munculnya berbagai fenomena aneh (dan tidak masuk akal) dari hasil pemanfaatan teknologi Informasi yang -seharusnya- canggih dan mempermudah perhitungan hasil Pemilu tersebut, bukan malah sebaliknya: menjadikan perhitungan suara rungkat, lambat dan samasekali tidak akurat.
Sampai-sampai dalam tulisan sebelumnya saya dengan tegas mengatakan, bahwa SIREKAP ini memang memiliki banyak "Kelebihan", mulai dari lebih lambat, lebih subyektif, lebih tidak akurat, lebih ngaco dan bahkan lebih mahal dibandingkan pengunaan sistem perhitungan manual berjenjang dan itu juga yang sebenarnya diakui oleh KPU (sehingga sebenarnya tambah 1 kelebihan lagi: lebih percuma, karena sama saja Ilegal hasilnya tidak diakui resmi sebagai sebuah perhitungan sesuai UU).
Oleh karena itu, selain audit forensik IT, kemarin juga ICW dan Koalisi Masyarakat Sipil mendesak agar SIREKAP juga dilakukan audit investigatif menyangkut penggunaan uang rakyat yang dihabiskan (percuma, bila memang bukan Alat hitung utama) ini, apalagi dana yang digunakan telah menghabiskan lebih dari 3,5. Sungguh sangat Ironi, uang rakyat yang seharusnya bisa dimanfaatkan dengan tepat malah dihambur-hamburkan penggunaannya yang selain tidak tepat fungsi juga malah membuat kehebohan karena kekarut marutan sistem yang seharusnya bisa menjadi kebanggaan anak bangsa ini.
Bagaimana tidak? Seharusnya aplikasi berbasis OCR (Optical Character Recognizer) dan OMR (Optical Mark Reader) yang sekalilagi saya sebut sudah bukan lagi teknologi canggih karena sudah lazim dipakai untuk seleksi Mahasiswa Baru di berbagai kampus bahkan embrio teknologinya sudah ada lebih dari seabad lalu (tepatnya 1914) tersebut, malah dituduh bisa digunakan sebagai alat "penambah angka otomatis" Paslon tertentu di kolomnya ketika memindai Form C-Hasil.