 
                ISRAEL - Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu menegaskan Israel akan melanjutkan kampanye militernya melawan Hamas di Gaza meskipun ada ketidaksetujuan dari sekutu utamanya.
Pernyataannya muncul tak lama setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden memperingatkan para pemimpin Israel bahwa operasi skala besar apa pun di Rafah akan berarti penghentian pasokan peralatan pertahanan utama.
Kota di selatan Gaza adalah pusat populasi besar terakhir yang masih belum berada di bawah kendali Israel. Ratusan ribu pengungsi Palestina telah berlindung di sana dalam beberapa bulan terakhir, dengan beberapa perkiraan menyebutkan populasi kota tersebut saat ini, yang biasanya berjumlah sekitar 400.000, berjumlah lebih dari satu juta. Pergerakan konvoi kemanusiaan yang membawa makanan dan obat-obatan dilaporkan terganggu seiring berlanjutnya serangan Israel.
Awal pekan ini, pasukan dan tank Israel memasuki distrik timur Rafah dalam apa yang mereka gambarkan sebagai operasi terbatas, setelah jet tempur membombardir kota tersebut.
“Jika kami harus berdiri sendiri, kami akan berdiri sendiri. Jika perlu, kami akan bertarung dengan kuku kami. Tapi kami punya lebih dari sekedar kuku,” terangnya, dikutip RT.
Dia mencatat bahwa pada tahun 1948 Israel memperoleh kemerdekaan meskipun ada embargo senjata.