ISRAEL – Hazem Farjallah meratap saat dia terbaring di koridor rumah sakit (RS) di Gaza, kepalanya diperban beberapa hari setelah dia terluka akibat pemboman Israel. Dia hanya sedikit mendapatkan perawatan medis yang memadai. Sang bibi terlihat menemani di sampingnya.
Hazem, 10 tahun, belum berbicara sejak dia terluka dalam serangan Israel yang menghantam sekolah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang digunakan sebagai tempat berlindung dan luka pecahan peluru terlihat di punggung, dada dan kepalanya. Serangan terjadi pada Kamis (6/6/2024).
“Dia sudah terbaring di tanah selama berhari-hari. Dia seharusnya berada di unit perawatan intensif. Kasurnya tidak ada,” kata bibinya, Umm Nasser dalam sebuah video, dikutip Reuters.
Hazem sekarang berada di tempat tidur tetapi harus berbaring di lantai hingga Senin (10/6/2024).
Penderitaannya menunjukkan kondisi mengerikan di rumah sakit Gaza yang rusak, kekurangan perlengkapan dan kekurangan staf, delapan bulan setelah kampanye militer Israel melawan Hamas setelah serangan kelompok tersebut terhadap komunitas Israel pada 7 Oktober.
Runtuhnya sistem kesehatan di Gaza akibat pemboman besar-besaran Israel telah memperumit sejumlah bencana lainnya, mulai dari krisis kelaparan hingga penyebaran penyakit.
Hal ini membuat mereka yang menderita kondisi kronis tidak dapat mengakses perawatan dasar. Namun perang juga telah menyebabkan masuknya orang-orang yang terluka parah secara tiba-tiba ke beberapa rumah sakit yang tersisa, bahkan ketika mereka kesulitan mengakses pasokan medis, membuat dokter dan perawat kewalahan karena keterbatasan ruang dan cedera parah.
Di Rumah Sakit Al-Aqsa di Deir Al-Balah di Jalur Gaza tengah, tempat Hazem terbaring terluka, bahkan tidak ada cukup tempat untuk menampung infus. Bibi Hazem mengatakan dia harus menahan bungkusan obat agar bisa mengalir.