“Ada kesedihan, rasa sakit yang hebat, dan penderitaan, tapi saya bersikeras menjalani hari yang berbeda,” lanjutnya.
Perang Gaza yang paling mematikan terjadi setelah serangan Hamas pada 7 Oktober yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Serangan balasan Israel telah menewaskan sedikitnya 37.337 orang di Gaza, sebagian besar adalah warga sipil, menurut Kementerian Kesehatan di wilayah tersebut.
Bagi banyak orang, penghentian pertempuran tidak akan pernah bisa mengembalikan apa yang telah hilang.
“Kami telah kehilangan banyak orang, banyak kerusakan yang terjadi,” ujar Umm Mohammed Al-Katri dari kamp pengungsi Jabalia di Gaza utara.
“Idul Adha pada tahun ini benar-benar berbeda,” katanya, dimana banyak warga Gaza terpaksa menghabiskan liburan tanpa orang yang mereka cintai terbunuh atau terlantar selama perang.
Keluarga-keluarga yang berduka pada Minggu (16/6/2024) berbondong-bondong ke kuburan dan tempat pemakaman darurat lainnya, di mana papan kayu menandai kuburan tersebut.
“Saya merasa nyaman di sini,” kata Khalil Diab Essbiah di pemakaman tempat kedua anaknya dimakamkan.
“Bahkan dengan dengungan drone Israel yang terus menerus di atas kepala, para pengunjung di pemakaman dapat merasa lega dari genosida yang kita alami serta kematian dan kehancuran,” ungkapnya.
Hanaa Abu Jazar, 11, yang juga mengungsi dari Rafah ke kota tenda di Khan Yunis, mengatakan sangat sedih melihat pendudukan Israel membunuh anak-anak, wanita dan orang tua.
“Bagaimana kita bisa merayakan Idul Adha?,” tanya gadis itu.
(Susi Susanti)