GAZA - Gaza masih berisiko tinggi mengalami kelaparan karena perang antara Israel dan Hamas terus berlanjut dan akses terhadap bantuan dibatasi, meskipun pengiriman pasokan telah membatasi perkiraan penyebaran kelaparan ekstrem di wilayah utara.
Menurut pembaruan dari pemantau global pada Selasa (25/6/2024), Klasifikasi Fase Ketahanan Pangan Terpadu (IPC), lebih dari 495.000 orang di Jalur Gaza menghadapi tingkat kerawanan pangan yang paling parah, atau bencana.
Jumlah tersebut turun dari perkiraan 1,1 juta pada data sebelumnya tiga bulan lalu, namun angka tersebut masih lebih dari seperlima populasi Gaza.
Dalam kondisi kerawanan pangan yang bersifat “bencana”, rumah tangga mengalami kekurangan pangan yang ekstrem, yang menyebabkan malnutrisi akut pada anak-anak, risiko kelaparan, dan kematian.
Penilaian IPC yang diterbitkan pada Selasa (25/6/2024)mengatakan bahwa untuk membeli makanan, lebih dari separuh rumah tangga Gaza yang disurvei harus menjual pakaian dan sepertiganya mengumpulkan dan menjual sampah.
Lebih dari 20% dilaporkan tidak makan sepanjang hari dan malam. Secara keseluruhan, sekitar 96% penduduk menghadapi kerawanan pangan akut tingkat tinggi hingga bulan September.
Kelompok pemantau yang didukung Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tersebut mengatakan pengiriman layanan makanan dan gizi pada bulan Maret dan April tampaknya telah mengurangi parahnya kelaparan di Gaza utara, tempat yang sebelumnya IPC memperkirakan kemungkinan terjadinya kelaparan.
Namun, serangan Israel di sekitar kota Rafah di selatan sejak awal Mei dan permusuhan serta pengungsian lainnya telah menyebabkan kemunduran baru dalam beberapa pekan terakhir.
“Ruang kemanusiaan di Jalur Gaza terus menyusut, dan kemampuan untuk memberikan bantuan kepada masyarakat dengan aman semakin berkurang. Perkembangan saat ini negatif dan sangat tidak stabil,” kata laporan terbaru tersebut, dikutip Reuters.