Ia adalah pilihan tepat untuk memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap Majapahit seraya memukau warga Bali, dengan tradisi turun - temurun penghormatan pada orang-orang suci.
Ketika menjalankan tugas-tugasnya sang penguasa baru sedikit sekali mengandalkan para pejabat setia yang diboyong dari Jawa, dan semakin lama semakin mengandalkan pada dua klan Bali setempat yang masih memiliki darah biru Raja Airlangga.
Klan - klan ini diberi tugas - tugas sensitif yang terkait dengan sistem kuil dan tatanan desa, melalui dewan tradisional "rumah panjang" yang terdiri dari laki-laki desa yang sudah menikah.
Tak heran jika kemegahan dan tampilan Majapahit dapat dengan mulus berpadu dengan adat-istiadat Bali. Babad sejarah Bali pun direvisi untuk nenjelaskan bagaimana para bangsawan, pangeran, pendeta, pejabat,, dan seniman terhubung dengan kebesaran imperium yang tengah mekar itu.
Pada pendirian keraton dan istananya di Samprangan, arsitektur bangunannya memasukkan unsur-unsur Jawa dan Hindu. Namun pernak-pernik dan emblemnya, termasuk keris Ganja Dungkul yang sakral itu, tetap dirancang untuk menciptakan dan memelihara tatanan imperium yang berkiblat pada pusat dunia, yakni Majapahit.
(Khafid Mardiyansyah)