Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Sidang PK Saka Tatal, Saksi Ahli Sebut Emosional dan Instrumental Jadi Motif Pembunuhan

Agus Warsudi , Jurnalis-Rabu, 31 Juli 2024 |14:03 WIB
Sidang PK Saka Tatal, Saksi Ahli Sebut Emosional dan Instrumental Jadi Motif Pembunuhan
Saksi ahli sidang Saka Tatal Reza Indragiri (foto: dok MPI)
A
A
A

CIREBON - Pengadilan Negeri (PN) Cirebon, Jawa Barat menggelar sidang lanjutan peninjauan kembali (PK) Saka Tatal. Dalam sidang kali ini, Tim kuasa hukum Saka Tatal menghadirkan Reza Indragiri sebagai saksi ahli forensik, Rabu (31/7/2024).

Tim kuasa hukum Saka Tatal yang diwakili Farhat Abbas bertanya, terkait motif atau latar belakang pelaku melakukan tindak kejahatan serta alasan pelaku kembali ke tempat lokasi pembunuhan.

"Kasus Cirebon ini sangat unik karena 11 pelaku atau 8 terpidana ditangkap di tempat yang tidak jauh dari lokasi pembunuhan, dalam waktu 2-3 malam," ucap Farhat Abbas.

"Apa yang melatari pelaku itu melakukan misi kejahatan di awal, kemudian apakah setiap pelaku kejahatan itu selalu berada kembali seperti yang terjadi di kasus ini," tanya Farhat Abbas.

Sementara dalam kesaksiannya, Reza Indragiri mengaku tidak mengetahu secara pasti apa yang menjadi motif pelakukan dalam kasus pembunuhan Eky dan Vina Cirebon ini.

"Terkait motif atau alasan, kalau ditanyakan ke saya tentang kasus Cirebon, harus saya katakan saya ga tau motif atau alasannya apa," ujar Reza.

Hanya seja, Reza menjelaskan jika pada umumnya seseorang melakukan tindak kejahatan dalam hal ini pembunuhan karena dua motif. Pertama adalah terkait emosional.

"Tetapi kalau ditanyakan secara umum apa yang melatarbelakangi seseorang melakukan kejahatan, secara umum ada 2 motif dari sudut pandang forensik. Pertama motif emosional, amarah, dendam, sakit hati, cemburu dan perasaan perasaan negatif lainnya itulah yang melatarbelakangi seseorang kemudian melakukan tindak pidana," terangnya.

 

Sedangkan motif kedua, lanjut Reza, adalah terkait instrumental. Dimana dalam hal ini, bagaimana pelaku mendapatkan keuntungan dari aksi kejahatannya tersebut.

"Motif yang kedua yaitu motif instrumental. Motif instrumental tidak ada sangkut pautnya dengan suasana hati yang serba negatif seperti yang saya katakan tadi, tetapi motif yang melatarbelakangi instrumental adalah bagaimana seseorang mendapatkan manfaat atau keuntungan tertentu dari tindak kejahatan yang dilakukan," bebernya.

"Misalnya untuk mendapatkan harta, popularitas, ataupun motif-motif yang sekali lagi tidak berkaitan dengan suasana hati si pelaku," lanjutnya.

Reza juga menjelaskan terkait alasan pelaku pembunuhan kembali ke tempat kejadian perkara (TKP). Menurutnya, jika pelaku dalam keadaan sehat jasmani atau rohani, maka ada dua misi yang dijalankannya.

"Ini pelaku yang dimaksud orang waras atau tidak? Karena kalau kita asumsikan kalau pelaku pidana adalah orang yang waras maka berlaku dua misi pada diri yang bersangkutan. Jadi setiap kali seseorang melakukan aksi pidana, kejahatan ada dua misi yang harus dia capai," katanya.

"Pertama, misinya adalah merealisasikan visi. Jadi kalau visinya adalah membuat target atau sasaran meninggal dunia, maka misi yang akan dia lancarkan adalah dia melakukan segala macam upaya untuk memastikan sasaran kehilangan nyawa. Dia kumpulkan peralatan, dia pilih waktu dan seterusnya dalam rangka memastikan visinya bisa terealisasi yaitu menghilangkan nyawa target atau sasaran," tambahnya.

 

Sementara misi kedua, adalah upaya pelaku untuk menghindari proses hukum dalam hal ini agar tidak masuk penjara.

"Caranya bagaimana? Justru bagaimana kemudian si pelaku ini melakukan kalkulasi terhadap resiko termasuk dengan menjauhkan dirinya dari lokasi dimana kemungkinan dia akan bisa diindentifikasi oleh penegak hukum," imbuhnya.

Oleh karena itu, jika pelaku memiliki prilaku yang normal, maka dirinya tidak akan kembali ke TKP pembunuhan tersebut.

"Dengan adanya misi kedua semacam itu, maka kalau kita asumsinya pelaku adalah orang yang waras, hitung hitungan di atas kertas, kelazimannya atau normalnya adalah pelaku tidak akan kembali ke TKP atau tempat dimana dia melakukan aksi kejahatan tersebut," jelasnya.

"Jadi kalau kemungkinan ada seorang pelaku kejahatan yang kembali ke lokasi kejahatan dimana dia melakukan itu maka sudah barang tentu perlu diperiksa secara spesifik untuk memastikan apa gerangan yang melatar belakangi dia melakukan perbuatan seperti itu, termasuk kemungkinan adakah proses berpikir di luar kelaziman, di luar kewarasan, di luar kewajaran prilaku kejahatan pada umumnya," tandasnya.

(Awaludin)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement