Sebagai seorang yang telah melewati berbagai tantangan politik, Hasina mengalami banyak penangkapan saat oposisi dan beberapa upaya pembunuhan, termasuk serangan pada 2004 yang merusak pendengarannya. Dia juga berhasil menghindari usaha memaksanya mengasingkan diri dan menghadapi berbagai kasus pengadilan terkait tuduhan korupsi.
Berkat dukungan gerakan pro-demokrasi pada tahun 1980-an dan awal 1990-an, Hasina menjadi sosok penting dalam sejarah nasional.
Protes terbaru merupakan tantangan terbesar bagi Hasina sejak dia mulai menjabat, dan muncul setelah pemilihan yang sangat kontroversial di mana partainya berhasil meraih kursi parlemen untuk periode keempat berturut-turut.
Di tengah meningkatnya desakan agar dia mengundurkan diri, Hasina tetap menunjukkan sikap keras kepala. Dia mengecam para pengacau sebagai "teroris" dan meminta dukungan untuk "menindak tegas para teroris ini dengan tangan besi".
Kerusuhan di Dhaka, yang awalnya dimulai dengan tuntutan penghapusan kuota dalam perekrutan pegawai negeri, telah berkembang menjadi gerakan anti pemerintah yang lebih luas. Setelah pandemi, Bangladesh menghadapi krisis ekonomi dengan lonjakan biaya hidup, inflasi yang tinggi, penurunan cadangan devisa, dan utang luar negeri yang meningkat dua kali lipat sejak 2016.
Para kritikus menyalahkan pemerintahan Hasina atas masalah ini, mengklaim bahwa keberhasilan ekonomi sebelumnya hanya menguntungkan mereka yang dekat dengan Liga Awami Hasina karena adanya korupsi yang merajalela.
Mereka juga menilai bahwa kemajuan negara telah mengorbankan demokrasi dan hak asasi manusia, serta menuduh bahwa pemerintahan Hasina dicirikan oleh tindakan otoriter yang menekan lawan politik, pengkritik, dan media. Pemerintah serta Hasina sendiri membantah semua tuduhan tersebut.
(Maruf El Rumi)