Namun, pemimpin Korea Utara membantah laporan tentang tingginya jumlah korban tewas akibat banjir, menepis klaim tersebut sebagai ‘rumor palsu’.
Dia menuduh Korea Selatan menyebarkan rumor-rumor ini sebagai bagian dari "kampanye kotor" yang disengaja untuk merusak reputasi internasional Korea Utara.
"Meskipun baru-baru ini terjadi kerusakan akibat banjir, mereka diberhentikan karena alasan jaminan sosial, dan para eksekutifnya sendiri sangat cemas sehingga mereka tidak tahu kapan leher mereka akan putus,” terang Lee Il-gyu, mantan diplomat Korea Utara di Forum Semenanjung Korea Internasional.
Menurut Korea Times, eksekusi publik Korea Utara telah melonjak drastis sejak pandemi Covid-19. Sebelum pandemi, negara itu biasanya melakukan sekitar 10 eksekusi publik per tahun. Namun, jumlah itu telah meroket menjadi sekitar 100 eksekusi publik tahunan, meningkat sebanyak sepuluh kali lipat.
(Susi Susanti)