Dalam sambutannya, Koike juga mengumumkan kebijakan terpisah untuk mengizinkan orang tua siswa kelas satu hingga tiga untuk pulang kerja hingga dua jam lebih awal dengan imbalan gaji yang sedikit dikurangi.
Diharapkan, kebijakan ini dapat membantu orang tua mengurus anak mereka lebih baik, sementara pasangan muda memilki lebih banyak waktu intim bersama, yang dapat berdampak pada kenaikan tingkat kelahiran.
Kesulitan demografi Jepang terus memburuk, menimbulkan pertanyaan tentang dampak jangka panjang pada ekonomi terbesar kedua di Asia tersebut.
Antara Januari dan Juni, Jepang hanya mencatat 350.074 kelahiran—penurunan hampir 6 persen dari tahun ke tahun dan angka enam bulan terendah sejak pencatatan dimulai pada 1969. Sementara itu, kematian meningkat sebesar 2 persen menjadi 811.819, yang merupakan rekor baru dalam 55 tahun. Hampir 30 persen dari populasi Jepang kini berusia di atas 65 tahun.
Angka kesuburan, atau jumlah rata-rata anak yang diharapkan dimiliki seorang wanita dalam hidupnya, turun ke rekor terendah 1,2 tahun lalu. Jumlah pernikahan juga turun menjadi 474.717, jumlah terendah sejak Perang Dunia II.
Kementerian Kesehatan Jepang telah memperingatkan bahwa negara itu hanya memiliki beberapa tahun lagi untuk membalikkan penurunan demografinya. Sebagai tanggapan, pemerintah pusat dan daerah telah meluncurkan berbagai inisiatif, mulai dari tunjangan tunai per anak hingga aplikasi perjodohan, dalam upaya untuk meningkatkan angka kelahiran.