Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Persaingan Kekuatan Asing dalam Perebutan Kendali atas Suriah

Naomi Angelina Panjaitan , Jurnalis-Senin, 16 Desember 2024 |16:35 WIB
Persaingan Kekuatan Asing dalam Perebutan Kendali atas Suriah
Ilustrasi.
A
A
A

Intervensi militer AS di Suriah dimulai pada 2014 untuk melawan kelompok ISIS yang menyatakan kekuasaannya atas sepertiga Suriah dan Irak.

Meskipun sebagian besar pasukan AS ditarik pada 2019, sekira 900 tentara masih bertahan untuk mendukung Pasukan Demokratik Suriah (SDF) yang mayoritasnya adalah Kurdi. 

Dinamika politik di AS, khususnya kemungkinan kembalinya Donald Trump ke Gedung Putih, diperkirakan akan mengurangi keterlibatan AS di Suriah. Selama masa jabatannya, Trump cenderung enggan terlibat dalam konflik Suriah. Menurut Profesor Ozalp, hal ini yang mendorong kelompok pemberontak untuk mempercepat serangan mereka sebelum proses transisi kepemimpinan di AS selesai.

"Mereka tahu kebijakan Trump di Suriah tentang ketidakpedulian atau tidak terlalu terlibat. Dan dalam periode sementara antara Biden dan Trump, mereka akan berpikir bahwa apa pun keuntungan yang mereka miliki, mereka mungkin dapat mempertahankannya ketika Trump benar-benar berkuasa,” jelasnya.

Perang sipil Suriah yang dimulai pada 2011 memicu keterlibatan Turki secara langsung. Turki mendukung kelompok pemberontak anti-Assad, termasuk dengan mendanai, melatih, dan mempersenjatai Tentara Nasional Suriah (SNA). Lokasi geografis Turki yang berbatasan langsung sepanjang 911 km dengan Suriah mempermudah aliran senjata dan barang logistik lainnya. Turki juga mendukung kelompok pemberontak lainnya seperti Hayat Tahrir al-Sham (HTS), yang kini menguasai ibu kota Damaskus.

Profesor Ozalp dari Charles Sturt University, dukungan Turki memungkinkan pemberontak bertahan bahkan memperkuat posisinya. Salah satu tujuan utama Turki adalah melemahkan kelompok Kurdi Suriah, yang dianggap berhubungan dengan Partai Pekerja Kurdistan (PKK), kelompok separatis yang beroperasi di Turki dan melancarkan pemberontakan di Turki sejak 1984.

Namun, keterlibatan Turki sering kali menuai kritik. Beberapa pengamat menyatakan bahwa serangan pemberontak tidak mungkin terjadi tanpa persetujuan Ankara. Meski begitu, jatuhnya Assad telah memperkuat posisi geopolitik Turki, menjadikannya pemain penting di Timur Tengah. 

 

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement