JAKARTA - Pada Senin (16/12/2024) lalu, setelah Israel mengumumkan penutupan kedutaannya di Dublin, Irlandia, Menteri Luar Negeri Israel yang baru, Gideon Saar, menuduh Perdana Menteri Irlandia Simon Harris melakukan antisemitisme. Antisemitisme adalah prasangka atau kebencian terhadap orang Yahudi.
"Ada perbedaan antara kritik dan antisemitisme," kata Saar.
"Tindakan dan retorika antisemit yang digunakan oleh Irlandia terhadap Israel berakar pada delegitimisasi dan demonisasi negara Yahudi, bersama dengan standar ganda," lanjutnya dalam sebuah pernyataan.
Melalui Sky News, menteri tersebut menyebut keputusan Irlandia awal tahun ini untuk mengakui negara Palestina, yang membuat Israel menarik duta besarnya dari Dublin. Langkah ini juga diambil setelah pemerintah Irlandia menyatakan akan meminta Mahkamah Internasional (ICJ) untuk memperluas definisi genosida, dengan klaim bahwa Israel terlibat dalam "hukuman kolektif" terhadap warga Gaza.
Menanggapi tudingan tersebut, Harris menegaskan bahwa Irlandia tidak akan bisa dibungkam. Ia menyatakan bahwa selama konflik berlangsung, Irlandia tetap konsisten mendukung "hak Israel untuk membela diri" dalam batas-batas hukum internasional. Namun, Harris memperingatkan ada hal-hal yang tidak bisa ia terima terkait sikap Israel di Gaza.
“Anda tahu apa yang menurut saya tidak dapat diterima? Membunuh anak-anak. Anda tahu apa yang tidak dapat diterima? Skala kematian warga sipil yang kita lihat di Gaza. Anda tahu apa yang tidak dapat diterima? Orang-orang dibiarkan kelaparan dan bantuan kemanusiaan tidak mengalir,” ungkapnya kepada wartawan di Dublin.
Melansir BBC, Duta Besar Israel untuk Irlandia, Dana Erlich, berbicara kepada penyiar Irlandia RTÉ bahwa penutupan kedutaan sebagai keputusan yang sulit. Ia mengatakan Irlandia telah mengambil sikap yang lebih ekstrem dibandingkan negara lain terhadap Israel.