Dari hasil pemeriksaan Suheri, petugas akhirnya mengarah ke rumah produksi yang dimiliki oleh Hendro. Di rumah ini seluruh aktivitas produksi miras trobas dilakukan Hendro secara individu alias sendiri. Ia meracik bahan baku miras trobas berupa air, gula tetes, dan tape fermentasi, kemudian disuling, hingga menjadi racikan miras yang siap diedarkan.
"(Dari penjual) Kami kembangkan dapat dari mana, kemudian mengembang kepada Pak Hendro, ini di Bantur. Kemudian kami geledah rumahnya di rumahnya pak Endro ada barang-barang produk industri ini, untuk membuat trobas, mulai dari LPG 3 kilogram, corong, dan alat untuk memasak trobas tersebut," jelasnya.
Tersangka Suheri menerima keuntungan Rp50 ribu untuk penjualan setiap satu jerigen berisi 20 liter miras trobas, sedangkan untuk penjualan botol kecil berukuran 100 mililiter (ml) per dus memperoleh keuntungan Rp600 ribu. Tersangka untung besar karena takaran per botolnya ditambahkan air agar isinya lebih banyak.
"Untuk tersangka Hendro mendapat keuntungan Rp400 ribu penjualan semua miras trobas. Yang bersangkutan sudah beroperasi membuat miras kurang lebih 5 bulanan ini," ujarnya.
Pengakuan Hendro pelaku pembuat miras, ia memperoleh ilmu pembuatan trobas dari temannya yang dulu juga memproduksi miras trobas. Sekali produksi ia mampu menghasilkan satu jirigen berukuran 20 liter miras trobas.
"Kalau sebulan (memproduksi miras) 100 liter atau 5 jirigen. Dulu dapat ilmu dari teman, teman dulu di Blitar, dulu bikin ini juga, tapi sekarang nggak tahu dimana," tutur Hendro.
Atas perbuatannya, kedua tersangka dijerat dengan Pasal 204 ayat 1 KUHP dan atau Pasal 62 ayat 1, juncto Pasal 8 ayat 1 huruf a dan i, Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Eprlond Konsumen, dan atau Pasal 140 juncto Pasal 86 ayat 2, Undang-undang Nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan, dengan andaman hukuman maksimal 15 tahun penjara dan denda Rp5 miliar.
(Angkasa Yudhistira)