"TNI-Polri harus menjalankan peran masing-masing dengan tunduk pada konstitusionalisme dan desain konstitusional yang disepakati, dimana masing-masing lembaga harus menjalankan perannya dengan tidak melampaui batas-batas tugas dan fungsi sesuai mandat konstitusionalnya," katanya.
Hendardi pun menyinggung soal beberapa konflik antara TNI-Polri yang terjadi dalam kurun waktu 2014 hingga 2024. "Dalam Catatan SETARA Institute tidak kurang dari 37 konflik dan ketegangan terjadi antara tahun 2014 hingga 2024. Pada awal tahun ini, sudah terjadi dua kekerasan terbuka di antara dua aparat negara tersebut," katanya.
"Sebelum peristiwa Way Kanan, terjadi penyerangan oleh oknum anggota TNI terhadap Mapolres Tarakan" sambungnya.
Menurutnya perlu ada penyelesaian terkait hal tersebut, terlebih fenomena yang terjadi hanyalah pucak gunung es. Konflik dan ketegangan yang tertutup dipastikan lebih besar dari yang mencuat ke permukaan.
"SETARA Institute mendesak agar pelaku penembakan di Way Kanan diproses dengan penegakan hukum dengan mekanisme hukum pidana, karena tindakan pelaku tidak ada hubungan sama sekali dengan tugas-tugas kemiliteran, sebagaimana ketentuan UU TNI yang memandatkan bahwa anggota TNI yang melakukan tindak pidana umum harus diproses dalam kerangka pidana umum," ucapnya.
(Puteranegara Batubara)