JAKARTA - Advokat Donny Tri Istiqomah mengaku pernah bertemu dengan Harun Masiku sebanyak dua kali. Bahkan, ia menyebutkan menerima uang Rp100 juta.
Hal itu ia sampaikan saat dirinya menjadi saksi dalam sidang kasus dugaan suap pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI dan perintangan penyidikannya dengan terdakwa Hasto Kristiyanto di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (24/4/2025).
"Yang pertama (pertemuan) di mana?" tanya Jaksa.
"Pertama di DPP setelah putusan MA itu keluar, sehari tiba-tiba ketemu saya kemudian (memperkenalkan diri) 'saya Harun Masiku, saya nanti akan menggantikan', dia mengeklaim ya, 'menggantikan Riezky', terus ngasih saya uang 100 terima kasih, mengucapkan terima kasih, ngasih uang Rp100 juta sebagai ucapan terima kasih karena saya sudah menyusun uji materi peraturan KPU," jawab Donny.
"Mengucapkan terima kasih Harun Masiku karena saksi sudah melakukan tahap-tahap untuk..," tanya Jaksa lagi.
"Ya uji materi itu kan, ya semacam lawyer fee lah," jawab Donny.
Donny mengaku, pertemuan itu terjadi tidak sengaja. Sementara itu, pertemuan kedua terjadi menjelang pleno KPU.
"Pada 31 Agustus Harun sempat nanya ke saya, 'gimana ini? putusan MA kan sudah keluar?', 'ya tunggu Pak, nunggu rapat pleno DPP dulu'," jawab Donny.
"'Nunggu pleno DPP dulu, kalau pleno DPP (memutuskan) caleg lain kan gimana? saya nggak bisa bergerak sebelum ada rapat pleno DPP memang benar-benar memutuskan, kalau sudah diputuskan, maka Pak Harun baru saya buatkan surat, dan itu saya harus lapor dulu ke DPP'," lanjut Donny.
Sebelumnya, Hasto Kristiyanto didakwa melakukan Perintangan penyidikan kasus dugaan suap pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI yang menyeret buronan Harun Masiku.
Hal itu dilakukan dengan memerintahkan Harun selaku caleg PDIP pada Pemilu 2019 dan Kusnadi sebagai orang kepercayaannya untuk merendam handphone.
Hal itu sebagaimana disampaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK saat membacakan dakwaan Hasto Kristiyanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat (14/3/2025).
"Dengan sengaja telah melakukan perbuatan mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan terhadap tersangka Harun Masiku," kata JPU membacakan surat dakwaan.
"Tanggal 9 Januari 2020 yang dilakukan Terdakwa dengan cara memerintahkan Harun Masiku melalui Nurhasan untuk merendam telepon genggam milik Harun Masiku ke dalam air setelah kejadian Tangkap Tangan oleh KPK kepada Wahyu Setiawan selaku Anggota KPU RI 2017-2022 dan memerintahkan Kusnadi untuk menenggelamkan telepon genggam sebagai antisipasi upaya paksa oleh Penyidik KPK," sambungnya.
Jaksa menjelaskan, perbuatan Perintangan Hasto bermula pada 8 Januari 2020. Saat itu KPK sudah mengantongi informasi adanya penerimaan suap yang diterima Wahyu Setiawan dan Tio Agustiani Fridelina terkait memuluskan langkah Harun menjadi anggota DPR melalui mekanisme PAW.
Sore harinya, Hasto menerima informasi jika Wahyu Setiawan yang saat itu merupakan komisioner KPU tertangkap oleh KPK.
"Terdakwa melalui Nurhasan memberikan perintah kepada Harun Masiku agar merendam telepon genggam miliknya kedalam air dan memerintahkan Harun Masiku untuk menunggu di Kantor DPP PDI Perjuangan dengan tujuan agar keberadaannya tidak bisa diketahui oleh Petugas KPK," ujarnya.
Akibatnya, keberadaan Harun tidak diketahui lantaran hp-nya sudah direndam. KPK kemudian melacak lokasi keberadaan Harun melalui updat lokasi Nasaruddin.
Keduanya pun terdeteksi di PTIK. Namun tim penyidik KPK gagal menemukan Harun di lokasi tersebut dan belum bisa menangkap Harun hingga saat ini.
Sementara itu, Hasto yang meminta Kusnadi merendam ponselnya terjadi ketika ia akan diperiksa sebagai saksi dalam kasus Harun pada 10 Juni 2024. Hasto yang menerima surat pemanggilan seminggu sebelum hari H kemudian memerintahkan Kusnadi untuk merendam ponselnya.
"Atas pemanggilan tersebut, pada tanggal 06 Juni 2024 Terdakwa memerintahkan Kusnadi untuk menenggelamkan telepon genggamnya sebagai antisipasi upaya paksa oleh Penyidik KPK. Menindaklanjuti perintah Terdakwa tersebut Kusnadi melaksanakannya," ujarnya.
Atas perbuatannya itu, Hasto didakwa melanggar Pasal 21 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHAP.
Selain itu, Hasto Kristiyanto didakwa turut menyuap eks Komisioner KPU, Wahyu Setiawan senilai Rp600 juta. Uang tersebut diserahkan dalam mata uang dollar Singapura.
Hal itu sebagaimana disampaikan JPU saat membacakan surat dakwaan Hasto Kristiyanto di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat (14/3/2025).
"Terdakwa bersama-sama Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri, dan Harun Masiku telah memberi SGD 57.350 atau setara Rp600 juta kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yaitu kepada Wahyu Setiawan," kata Jaksa di ruang sidang.
Atas perbuatan tersebut, Hasto didakwa dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
(Angkasa Yudhistira)