JAKARTA - Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Ivan Yustiavandana menyebutkan, berdasarkan data statistik yang dimiliki PPATK, tercatat ada ratusan anak di bawah umur yang sudah bermain judi online. Pasalnya, perjudian online sendiri sudah merebak ke berbagai kalangan, profesi, hingga usia.
"Jika melihat statistik pemain judi online sampai Q1 tahun 2025, usia di bawah 17 tahun yang main (judol) di tahun 2025 saja Januari-Maret itu sudah menjelang 400 pemain, paling banyak itu mereka yang berada di usia 20-30 tahun itu 396.000 orang, lalu disusul mereka berusia 30-40 tahun 395.000 orang," ujar Ivan di Bareskrim Polri, Rabu (7/5/2025).
Menurutnya, sebagaimana disampaikan Kabareskrim Polri, Komjen Wahyu Widada tentang persoalan judi online sudah begitu berat. Sebabnya, para pelaku atau pemain yang memasang judi online berasal dari berbagai kalangan, mulai dari masyarakat biasa, pelajar, mahasiswa, aparat, dan lain sebagainya.
Dia menerangkan, data statistik yang dimiliki PPATK pun menunjukan judol trlah merebak ke berbagai kalangan, termasuk anak-anak yang masih usia muda. Berdasarkan data statistik di Kuartal pertama atau Q1 bulan Januari-Maret 2025, ada sebanyak 1.066.000 pemain judol yang melakukan transaksi terkait judi online.
"71 persennya mereka yang berpenghasilan Rp5 juta ke bawah, 71 persennya saudara-saudara kita yang sebenarnya penghasilan itu dibutuhkan tuk kepentingan lain," tuturnya.
Dia menjabarkan, dari data statistik tersebut, di Kuartal Pertama bulan Januari-Maret 2025, terdapat deposit untuk transaksi judol sebanyak Rp6,2 Triliun. Jumlah tersebut jauh lebih sedikit dibandingkan periode tahun sebelumnya atau di bulan Januari-Maret 2024, yang mana ada sebanyak Rp15 Triliun deposit untuk transaksi judol.
"Jadi, masyarakat mendepositkan uang tuk judi online itu Rp15 Triliun di tahun lalu, 3 bulan pertama, sekarang berhasil ditekan sampai Rp6,2 Triliun ini pencapaian real," bebernya.
Ivan menambahkan, ada 5 wilayah paling masif terkait adanya transaksi judi online tersebut, pertama Jawa Barat, kedua DKI Jakarta, ketiga Jawa Tengah, keempat Banten, dan kelima Jawa Timur. Berbeda pada tahun 2024, di Q1 tahun 2024, DKI Jakarta berada pada urutan nomor 5, yang mana saat di Q1 tahun 2025 justru naik ke nomor 2, hanya saja data tersebut bisa terus bergerak dan berubah ke depannya.
"Faktanya, apa yang sudah dilakukan penyidik dan kolaborasi dengan semua instansi sudah menghasilkan data luar biasa signifikan. Kita coba tekan lagi dan kerja keras dan penindakan tanpa pandang bulu akan terus bisa melindungi kepentingan masyarakat secara umum," pungkasnya.
(Awaludin)