Menurut Adjie, paradoks ini menarik karena di tengah tekanan ekonomi dirasakan luas, tingkat kepuasan terhadap pemerintahan tetap tinggi. Sebanyak 81,2% responden menyatakan puas atau sangat puas terhadap Prabowo–Gibran.
Ada empat penjelasan untuk fenomena ini:
1. Popularitas Personal
Prabowo memiliki tingkat pengenalan publik sebesar 98% dan kesukaan 94,4%. Dalam komunikasi politik, citra pribadi kerap menjadi benteng kokoh terhadap kritik di awal masa pemerintahan.
2. Efek Honeymoon Politik
Enam hingga dua belas bulan pertama adalah fase bulan madu antara rakyat dan kekuasaan. Ini momen ketika optimisme menahan kegelisahan, dan publik masih memberi waktu.
3. Persepsi Arah yang Benar
Sebanyak 81% responden merasa Indonesia sedang berada di jalur yang tepat. Meski hasil konkret belum tampak, arah yang dirasa benar memberi ruang harapan.
4. Ketiadaan Oposisi yang Memikat
Hingga kini, belum muncul gagasan besar dari oposisi seperti PDIP atau Anies Baswedan yang mampu menyaingi narasi dominan pemerintah.
Data ini memberi dua wajah pemerintahan Prabowo–Gibran, di satu sisi stabilitas makro berhasil dijaga, di sisi lain tekanan ekonomi mikro mulai mengetuk keras pintu rakyat. Lima rapor biru menunjukkan fondasi kokoh, namun dua rapor merah menunjukkan celah retak yang tak boleh diabaikan.
“Tujuh bulan pemerintahan Prabowo- Gibran di mata publik luas bisa disimpulkan seperti ini. Publik secara umum menyatakan keyakinan bahwa pemerintahan Prabowo-Gibran berada di jalur yang tepat,” katanya.