Saat proses pembangunan tugu itulah konon sebuah benda-benda berharga sengaja ditanam di tengah-tengahnya sebagai penanda, atau istilah Jawa-nya tetenger layaknya prosesi pembangunan bangunan di masa Hindu-Buddha. Selain itu, benda-benda persembahan yang disimpan di dalam sebuah bangunan ini juga konon menghilangkan unsur-unsur negatif.
"Ketika masa klasik Hindu Buddha ketika mau membangun candi atau bangunan-bangunan besar gapura selalu ada tetenger dalam bentuk peripih. Peripih itu berbentuk kotak, isinya macam-macam, bentuknya kotak saya lihat fotonya. Isinya bisa diduga seperti halnya ritual zaman dahulu, isinya benda-benda yang dianggap mampu memberikan kekuatan nilai-nilai magis, termasuk bagaimana menghilangkan unsur-unsur negatif kepada bangunan itu sendiri," paparnya.
Dari benda-benda yang dimasukkan dan dijadikan persembahan yang ditanam, konon salah satunya merupakan perhiasan seperti emas, intan, dan permata. Barang-barang ini lantas ditanam di kedalaman dua meter di bawah permukaan tanah, sebelum akhirnya ditanam pondasi pembangunan Bundaran Tugu Malang.
"Salah satunya yang dipilih adalah emas, intan, permata yang mempunyai nilai kekuatan dan keabadian. Karena harapannya ketika bangunan itu dibangun, itu ada nilai keabadian, tidak dibongkar, sehingga ditempatkanlah beberapa barang benda berharga di situ untuk memberikan satu kekuatan, yang dipercayai sebagai kekuatan, maupun nilai-nilai magis di dalam bangunan itu sendiri. Kalau saat itu (ukuran emasnya) nggak tahu caranya berapa, kalau peningset itu disimpan, nggak banyak orang tahu," jelasnya.