“Jangan dipertaruhkan demi proyek tambang yang bisa jadi hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu,” imbuhnya.
Pimpinan Komisi di DPR yang membidangi urusan pariwisata dan investasi itu pun menyoroti potensi kerusakan terumbu karang akibat lalu lintas tongkang pengangkut nikel. Evita kembali mengingatkan agar Pemerintah tidak mengorbankan pariwisata strategis demi perwujudan hilirisasi yang timpang.
“Satu kapal tongkang lewat, bisa bikin rusak satu ekosistem karang. Apa kita sudah siap kehilangan spot diving terbaik dunia karena lalu lintas logistik nikel?” tukasnya.
Evita juga menegaskan, bahwa konsep nilai tambah tidak melulu harus lewat pengolahan mineral. Menurutnya, pariwisata juga merupakan bentuk hilirisasi dari alam menjadi pengalaman, dan dari budaya menjadi devisa.
"Tapi bedanya, pariwisata tidak merusak. Nikel bisa habis, tapi panorama Raja Ampat bisa memberi makan rakyatnya sampai generasi turun menurun jika dikelola dengan bijak,” ujar Evita.
Evita lalu mencontohkan Swedia yang membatasi aktivitas tambang di negaranya, terutama di daerah konservasi seperti di kawasan Laponia yang termasuk dalam daftar Situs Warisan Dunia UNESCO. Padahal di sekitar Laponia memiliki potensi bijih besi namun Swedia melarang pembukaan tambang karena wilayah tersebut.
Hal ini lantaran di Laponia terdapat kawasan konservasi seperti Taman Nasional Abisko dan wilayah tradisional penduduk asli Sami, yang dikenal sebagai masyarakat yang bergantung pada kegiatan seperti perternakan rusa, perikanan, dan kerajinan tangan. Evita menyebut seharusnya Indonesia juga mempertimbangkan hal yang sama.
“Jangan korbankan wilayah konservasi kita yang punya banyak nilai. Di sana bukan hanya punya kekayaan alam, tapi kita punya masyarakat adat yang harus dilindungi juga,” sebut Legislator dari Dapil Jawa Tengah III itu.