Sementara itu, perwakilan Mahupiki dari Universitas Trunojoyo Madura, Deni Setya Bagus Yuherawan, menyoroti tidak tercantumnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai penyidik tertentu. Padahal dalam Pasal 16 ayat (1), OJK disebutkan, namun tidak muncul di Pasal 7 ayat (5) dan Pasal 90 ayat (4).
“Ini menciptakan ketidakkonsistenan. Penyidik dari OJK seharusnya juga diakomodasi sebagaimana KPK, kejaksaan, dan TNI AL,” kata Deni.
Kritik juga datang dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Negeri Semarang (Unes) yang mengikuti RDPU secara daring. Mereka menilai RUU KUHAP masih memuat pasal-pasal yang bertentangan dengan prinsip hak asasi manusia dan keadilan sosial.
Salah satu sorotan utama adalah Pasal 1 angka (13) terkait upaya paksa dan tindakan aparat penegak hukum. Pasal tersebut memberi ruang bagi penetapan tersangka, penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, hingga penyadapan, dengan dasar ketentuan undang-undang, tanpa pembatasan jenis kejahatan.
“Penyadapan seharusnya dibatasi hanya untuk kejahatan serius. Jika tidak, ini bisa menjadi alat pelanggaran hak privasi, apalagi jika dilakukan tanpa pengawasan ketat dari lembaga peradilan,” ujar perwakilan BEM Unes.