Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

17 Anak Sumenep Meninggal Akibat Campak, DPR Desak Audit Nasional Imunisasi

Achmad Al Fiqri , Jurnalis-Jum'at, 29 Agustus 2025 |06:29 WIB
17 Anak Sumenep Meninggal Akibat Campak, DPR Desak Audit Nasional Imunisasi
KLB Campak (foto: freepik)
A
A
A

JAKARTA – Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Yahya Zaini, prihatin atas Kejadian Luar Biasa (KLB) campak di Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, yang telah merenggut 17 nyawa anak-anak. Apalagi, 16 dari korban jiwa tercatat belum pernah menerima imunisasi.

Ia menilai, peristiwa ini bukan sekadar persoalan medis, tetapi juga sinyal lemahnya tata kelola sistem imunisasi nasional. Yahya menyebut, insiden ini menunjukkan strategi pencegahan seperti imunisasi belum optimal.

“Kejadian ini menunjukkan bahwa strategi pencegahan belum berjalan optimal. Imunisasi seharusnya menjadi garda terdepan, tetapi yang terjadi justru langkah reaktif berupa vaksinasi massal setelah kasus menembus ribuan dan korban jiwa berjatuhan,” kata Yahya, Jumat (29/8/2025).

Kendati demikian, Yahya menekankan perlunya evaluasi menyeluruh terhadap sistem imunisasi nasional, termasuk aspek pendataan berbasis digital dan real-time untuk melacak anak-anak yang belum menerima imunisasi.

“Serta penguatan peran Posyandu dan kader kesehatan desa agar deteksi dini tidak terlewat,” ucap Yahya.

“Juga perlu dibarengi dengan strategi komunikasi publik dan pendekatan berbasis budaya lokal, terutama di daerah dengan resistensi masyarakat akibat mitos atau ketakutan terhadap imunisasi," imbuhnya.

 

Lebih lanjut, ia juga mengingatkan agar capaian imunisasi dasar di daerah seperti Sumenep harus sesuai dengan target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020–2024 yang menetapkan cakupan 95 persen.

Menurut Yahya, kegagalan mencapai target ini harus menjadi bahan audit nasional, bukan sekadar evaluasi administratif. "Campak memiliki angka reproduksi (R0) yang sangat tinggi, sehingga keterlambatan vaksinasi berisiko memicu ledakan kasus di wilayah lain," tuturnya.

Oleh karena itu, Yahya mendorong Kementerian Kesehatan bersama pemerintah daerah untuk melakukan audit imunisasi nasional secara terbuka, memperkuat jejaring data kesehatan, serta memastikan keberlanjutan vaksinasi tidak berhenti pada program darurat.

“Setiap anak Indonesia berhak atas perlindungan kesehatan yang setara, tanpa terkecuali," tegas Yahya.

 

"KLB campak di Sumenep adalah peringatan keras bagi kita semua agar sistem pencegahan menjadi prioritas utama. Negara tidak boleh menunggu wabah meluas dan korban jatuh, baru kemudian bertindak,” pungkasnya.

Seperti diketahui, Dinas Kesehatan Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, melaporkan hingga Agustus ini ada 17 anak yang meninggal akibat campak. Catatan itu membuat pemerintah setempat menetapkan penyebaran campak sebagai kejadian luar biasa.

Sementara itu, data Dinas Kesehatan Jawa Timur mencatat hingga Agustus 2025 terdapat 2.035 kasus terkonfirmasi. Selain di Sumenep, ratusan balita di Bangkalan juga mengalami infeksi campak, satu di antaranya meninggal dunia.

Kasus campak di Bangkalan didominasi anak-anak berusia 2–3 tahun. Umumnya, mereka mengalami gejala seperti demam sejak hari pertama, muncul bintik-bintik merah di belakang telinga hingga menyebar ke sekujur tubuh. Pada beberapa balita, infeksi campak disertai dengan batuk dan pilek.

(Awaludin)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement