Sementara itu, seorang pengemudi ojol Eko Setiawan mengungkapkan, aksi ini merupakan bentuk keprihatinan atas kerusakan yang terjadi. Pria yang yang telah berprofesi sebagai ojol selama sembilan tahun itu mengaku miris dengan ulah oknum peserta aksi yang merusak fasum.
"Demo boleh, tapi tolong jangan rusak kota ini. Surabaya ini rumah kita, tempat kita mencari nafkah," kata Eko saat ditemui, Sabtu.
Driver ojol berusia 50 tahun itu mengaku aksi bahu-membahu untuk membersihkan puing-puing dan serpihan bekas kerusuhan itu dilakukan secara spontan. Mereka mengumpulkan sampah, menyapu jalanan, serta membersihkan sisa-sisa pembakaran. Untuk biaya kegiatan pembersihan, ia mengaku sepenuhnya ditanggung secara swadaya. Terutama oleh para pengemudi ojol.
"Ini tadi kami patungan, swadaya (biaya untuk membersihkan lokasi)," ujarnya.
Pembagian wilayah pembersihan dilakukan berdasarkan lokasi pos polisi yang dirusak dan dibakar. Setiap pos polisi diisi oleh 10 hingga 20 orang pengemudi ojol. Mereka bekerja dengan semangat gotong royong untuk memulihkan kondisi kota Surabaya.
(Arief Setyadi )