CIANJUR – Semangat yang membuncah seiring usia kemerdekaan Republik Indonesia lebih dari delapan dekade perlu diiringi dengan peningkatan pendidikan bagi seluruh anak bangsa. Harapan ini juga menguar di Kampung Ciawitali, Desa Bojongkaso, Kecamatan Agrabinta, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.
Sekolah dasar yang menjadi satu-satunya fasilitas pendidikan di desa itu berdiri sejak 1979. Sayangnya, sejak 2017 kondisinya terus memburuk hingga akhirnya pada 2024 bangunannya ambruk total.
Alih-alih membangun kembali, sekolah kemudian digabungkan dengan SDN Budi Setra yang jaraknya cukup jauh. Situasi ini menyulitkan warga.
Dituturkan oleh Wakil Ketua Bidang Koordinasi & Sinergi Legislator DPP Partai Perindo yang juga salah satu warga Cianjur, Endang Sutanto, banyak anak terpaksa mesti berjalan jauh, bahkan menyeberangi sungai dengan rakit untuk bersekolah di Sukabumi.
Sebagian orang tua pun berinisiatif membangun ruang belajar darurat dari bambu dan terpal demi anak-anak tetap bisa belajar. Endang Sutanto menilai kondisi ini adalah cermin dari tantangan pemerataan pembangunan di sektor pendidikan.
“Pemerintah telah berupaya keras meningkatkan mutu pendidikan nasional. Nah, realita seperti Ciawitali menunjukkan masih ada celah yang perlu segera dijembatani, terutama di daerah pinggiran,” ujar Endang yang juga Wakil Ketua Bidang Pendidikan, Riset, dan Teknologi KNPI Kabupaten Cianjur.
Data Dinas Pendidikan Kabupaten Cianjur menunjukkan ribuan ruang kelas mengalami kerusakan akibat gempa 2022. Sekitar 2.500 ruang kelas SD rusak berat, 1.500 rusak sedang, dan 2.000 lainnya rusak ringan.
Bahkan, 165 bangunan SD dan 579 ruang belajar rusak akibat bencana. Artinya, masih banyak anak-anak yang bersekolah di ruang tidak layak.
Kondisi ini turut memicu angka putus sekolah. Berdasarkan data Kemendikdasmen 2025, sebanyak 2.501 anak SD di Cianjur berhenti sekolah, sementara 4.784 lulusan SD tidak melanjutkan ke jenjang berikutnya. KPAI juga mencatat 367 anak SD/MI di Cianjur putus sekolah.
Meski Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Cianjur mengalami peningkatan dari 65,36 pada 2020 menjadi 68,89 pada 2024, dan masuk 10 besar percepatan IPM di Jawa Barat (BPS Cianjur, 2023), Cianjur tetap berada di peringkat terbawah dari 27 kabupaten/kota di Jawa Barat. Perbaikan angka statistik belum sepenuhnya mencerminkan pemerataan kualitas pendidikan.
Endang menegaskan, pendidikan adalah hak dasar, bukan sekadar fasilitas tambahan. “Solusi terbaik adalah mengembalikan status Sekolah Dasar Negeri Ciawitali dengan infrastruktur yang layak dan guru memadai. Dengan begitu, anak-anak di pinggiran tidak perlu lagi belajar di bawah terpal atau menyeberang sungai,” tegasnya.
Dia juga mengungkapkan bahwa sejarah SD Ciawitali menjadi salah satu bukti perjuangan masyarakat desa dalam mendirikan pendidikan sejak puluhan tahun lalu. “Membiarkan sekolah itu lenyap berarti menghapus jejak sejarah kolektif mereka,” katanya sembari mengutip Bung Karno agar jangan sekali-kali meninggalkan sejarah.
Senada, harapan terwujudnya pendidikan berkualitas seiring pula dengan pesan Presiden ke-3 RI, BJ Habibie, yang juga menekankan bahwa pendidikan adalah jembatan emas untuk membawa bangsa menuju masa depan yang lebih baik.
Endang percaya bahwa keberhasilan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto juga turut ditopang oleh langkah kolaboratif menjawab persoalan-persoalan nyata di lapangan.
“Masyarakat siap bersinergi dan memberikan masukan konstruktif agar pendidikan benar-benar menjadi ikhtiar mewujudkan kesejahteraan bangsa,” kata Endang yang merupakan alumni PGSD Pendidikan Jasmani Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.
(Fetra Hariandja)