Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Dihadapan Jenderal Sigit, Koalisi Masyarakat Sipil Sampaikan Kritik dan Harapan untuk Polri

Riyan Rizki Roshali , Jurnalis-Senin, 29 September 2025 |22:44 WIB
Dihadapan Jenderal Sigit, Koalisi Masyarakat Sipil Sampaikan Kritik dan Harapan untuk Polri
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo (foto: Okezone)
A
A
A

JAKARTA – Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengundang langsung koalisi masyarakat sipil dalam dialog publik bertema “Penyampaian Pendapat di Muka Umum: Hak dan Kewajiban, Tindakan Anarkis Menjadi Tanggung Jawab Hukum” di PTIK, Senin (29/9/2025).

Ketua PBHI, Julius Ibrani, menilai forum ini menjadi langkah awal perbaikan Polri. Namun, ia menyoroti keberadaan oknum yang kerap mengganggu jalannya aksi di lapangan.

“Di lapangan, kami melihat berbagai macam oknum dengan badan kekar, rambut cepak, dan segala macam yang mencoba berkali-kali menghalangi serta merusak proses demonstrasi kami hingga menimbulkan kerusuhan,” ungkap Julius.

Menurutnya, pembentukan tim transformasi Polri bisa menjadi titik balik untuk memperbaiki kebijakan internal.

Lalu, Komisioner Kompolnas, M. Choirul Anam, menambahkan pertemuan ini mengingatkan bahwa Polri merupakan institusi sipil hasil reformasi.

“Forum tadi mengingatkan kita semua bahwa polisi ini adalah polisi kita, polisi sipil yang harus kita dampingi agar semakin profesional, demokratis, dan humanis,” ujarnya.

 

Sementara itu, Usman Hamid dari Amnesty International menegaskan bahwa akar demonstrasi Agustus lalu adalah ketidakadilan sosial-ekonomi. Ia juga mendesak pembebasan aktivis yang masih ditahan.

“Kami menjamin bahwa mereka adalah aktivis yang memperjuangkan demokrasi, termasuk reformasi Polri, dan tidak terlibat dalam tindakan kriminal,” ucap Usman. Ia menekankan pentingnya tim pencari fakta untuk mengungkap kematian dan hilangnya sejumlah orang dalam aksi tersebut.

Perwakilan KontraS, M. Dimas Bagus, menyampaikan pihaknya membuka posko aduan orang hilang pasca aksi Agustus–September.

“Kami menerima 47 aduan, di mana 33 di antaranya menjadi korban penghilangan paksa jangka pendek. Dua orang masih hilang, yaitu Reno Syaputra Dewo dan Muhammad Farhan Hamid,” jelas Dimas.

 

KontraS juga mendesak pembebasan massa aksi yang ditangkap.

“Ini bentuk dari the guilty of association atau kejahatan asosiasi yang tidak seharusnya dipidana. Mereka hanya terlibat dalam advokasi dan penyampaian pendapat di muka umum, sehingga tidak bisa dipersangkakan,” tambahnya.

Ardi Manto Adiputra dari Imparsial menyoroti lemahnya pemahaman anggota Polri terhadap Perkap Nomor 8 Tahun 2009 tentang HAM.

“Kami menemukan banyak anggota kepolisian di level bawah yang tidak mengetahui adanya Perkap 8 Tahun 2009,” katanya. Ia juga mendorong Polri meninggalkan budaya kekerasan dan meningkatkan keterampilan serta pengetahuan.

“Budaya militeristik yang cenderung pada kekerasan harus ditinggalkan. Yang penting sekarang adalah penguatan skill dan pengetahuan,” ujarnya.

 

Sementara itu, Al Araf dari Centra Initiative mendorong Polri membangun pendekatan yang lebih ramah demonstrasi.

“Kami menganggap perlu membangun demonstration friendly. Aparat keamanan harus melihat massa aksi sebagai warga negara yang berpartisipasi,” jelasnya. 

Ia juga mendukung pembentukan tim pencari fakta dan meminta Polri lebih persuasif dalam menangani massa.

(Awaludin)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement