Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Pansus DPRD DKI Dikecam, Pedagang Kecil Teriak Aturan Larangan Jual Rokok

Muhammad Refi Sandi , Jurnalis-Senin, 06 Oktober 2025 |07:39 WIB
Pansus DPRD DKI Dikecam, Pedagang Kecil Teriak Aturan Larangan Jual Rokok
Ilustrasi aturan Kawasan Tanpa Rokok/Foto: Istimewa
A
A
A

JAKARTA - Polemik Rancangan Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok (Raperda KTR) yang dikebut Panitia Khusus (Pansus) DPRD Provinsi DKI Jakarta terus berlanjut. Penyebabnya, pasal-pasal yang melarang penjualan produk rokok tetap diloloskan dalam finalisasi draft Raperda KTR.

Diketahui para pedagang kecil hingga pelaku UMKM menolak terkait aturan penjualan produk rokok dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak, perluasan kawasan tanpa rokok hingga mencakup warung, lapak PKL, UMKM, dan toko di pasar tradisional, pelarangan penjualan rokok secara eceran dan kewajiban memiliki izin khusus untuk penjualan rokok.

"Kami kecewa, aspirasi pedagang kecil tidak didengarkan. Apa yang sudah kami sampaikan dianggap angin lalu. Raperda KTR yang dipaksakan ini akan semakin menindas usaha rakyat kecil," ucap Ketua Koperasi Warteg Nusantara (Kowantara), Mukroni saat dihubungi, Senin (6/10/2025).

Mukroni berharap, draft final Raperda KTR yang akan bergulir di eksekutif, yakni Pemprov DKI Jakarta bisa dipertimbangkan ulang. Ia menilai pedagang warteg, warung kopi, dan sejenisnya, memohon perlindungan Gubernur Pramono Anung agar Raperda KTR nantinya tidak akan mengganggu hajat hidup UMKM.

"Kami berharap pada eksekutif sebagai benteng terakhir, sesuai komitmen dan kami menagih janji Pak Gubernur bahwa Raperda ini tidak mengganggu UMKM. Sejalan dengan hal tersebut, kami akan konsolidasi dan koordinasi dengan seluruh pedagang untuk memastikan langkah ataupun aksi kami berikutnya," ujarnya.

Hal senada juga disampaikan Ketua Koperasi Merah Putih (Kowamart), Izzuddin Zidan menilai bahwa Raperda KTR ini menjadi beban tambahan bagi pedagang kecil. Pasalnya perekonomian di Indonesia khususnya Jakarta belum pulih 100 persen.

 

"Bikin ribet, jadi beban tambahan. Padahal sekarang daya beli menurun, penghasilan pas-pasan, kenapa mesti muncul aturan seperti ini. Kondisi ekonomi masih tidak stabil. Usaha masyarakat belum pulih, jangan ditambah bebannya," ujar Zidan.

Ia khawatir dengan adanya dorongan pembentukan satgas penindakan yang rawan dengan ketidaktegasan oknum dan membuka ruang negosiasi. "Bagaimana nanti implementasinya di lapangan? Akan membuka ruang nego-nego. Ini yang menimbulkan kegelisahan dan beban bagi pedagang. Kami mohon Raperda KTR ini ditunda," tegasnya.

Sebelumnya, Wakil Ketua Pansus Raperda KTR, Abdurahman Suhaimi menyebut meski menuai banyak polemik, pimpinan DPRD DKI Jakarta telah memberikan tambahan waktu satu bulan untuk memastikan seluruh pasal tersusun rapih. Namun, Pansus DPRD Raperda KTR tetap meneruskan tahap finalisasi draft Raperda KTR.

"Kalau misalnya dua hari ini selesai, ya sudah selesai. Kita masih diberikan waktu satu bulan, tapi kalau hari ini selesai ya hari ini selesai, kalau besok ya besok selesai. Tambahan waktu itu hanya untuk finalisasi teknis, bukan membuka kembali pembahasan secara substansial," ujar Politisi PKS itu.

(Fetra Hariandja)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement