Rajoelina tampak semakin terisolasi setelah kehilangan dukungan dari CAPSAT, sebuah unit elite yang telah membantunya merebut kekuasaan dalam kudeta tahun 2009.
CAPSAT bergabung dengan para pengunjuk rasa selama akhir pekan. CAPSAT mengatakan akan menolak untuk menembaki mereka dan mengawal ribuan demonstran di alun-alun utama ibu kota Antananarivo.
Diketahui, demonstrasi meletus di negara itu pada 25 September akibat kekurangan air dan listrik. Demonstrasi itu dengan cepat meningkat menjadi pemberontakan atas keluhan yang lebih luas, termasuk korupsi, tata kelola pemerintahan yang buruk, dan kurangnya layanan dasar.
Kemarahan tersebut mencerminkan protes baru-baru ini terhadap elite penguasa di tempat lain, termasuk di Nepal, di mana perdana menteri dipaksa mengundurkan diri bulan lalu, dan di Maroko.
Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), setidaknya 22 orang tewas dalam bentrokan antara pengunjuk rasa dan pasukan keamanan sejak 25 September.
(Erha Aprili Ramadhoni)