JAKARTA - Paku Buwono XIII (PB XIII) Hangabehi wafat, Minggu (2/11/2025) pagi di Rumah Sakit (RS) Indriati. Kepergiannya meninggalkan duka mendalam bagi keluarga Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat (Keraton Solo).
"Beliau wafat jam 07.00 WIB di Rumah Sakit (RS) Indriati," kata Kuasa hukum PB XIII, Ferry Firman Nurwahyu saat dikonfirmasi iNews Media Group.
Raja Keraton Solo itu meninggal pada usia 77 tahun, yang sebelumnya sempat menderita sakit komplikasi diabetes, cuci darah, dan jantung. PB XIII merupakan kelahiran 28 Juni 1948, dan ia mulai memegang takhta keraton sejak 2004.
Semasa hidupnya, ia adalah sosok penjaga dan pelindung kebudayaan Jawa, dan berperan aktif dalam kehidupan sosial masyarakat, sebagaimana dirangkum dari wikipedia. Meski, kenaikannya sebagai raja tak luput konflik internal yang melibatkan klaim takhta antara dua putra Susuhunan Paku Buwono XII, yaitu K.G.P.H. Hangabehi dan K.G.P.H. Tejowulan.
Konflik tersebut memuncak pada 2004, ketika kedua pihak saling mengklaim sebagai pemangku takhta yang sah. Ketegangan ini berujung pada kericuhan fisik di dalam keraton, dengan penobatan yang dilakukan oleh masing-masing pihak.
Pada 10 September 2004, PB XIII tetap dinobatkan sebagai Susuhunan Surakarta yang sah oleh pendukungnya, dengan disaksikan oleh sejumlah bangsawan dan pejabat keraton. Proses kenaikan takhta ini mengukuhkannya sebagai raja yang sah meskipun terdapat perpecahan internal yang cukup panjang.
Konflik antara kedua pihak berlangsung lama, hingga akhirnya pada 2012, melalui prakarsa Pemerintah Kota Surakarta, yang kala itu dipimpin Wali Kota Joko Widodo (Jokowi) dan perwakilan DPR RI, tercapai kesepakatan rekonsiliasi. K.G.P.H. Tejowulan, yang sebelumnya menentang pengangkatan PB XIII, akhirnya mengakui posisi Hangabehi sebagai Susuhunan PB XIII yang sah.
Tejowulan bersedia melepas gelar PB XIII saat proses rekonsiliasi 4 Juni 2012 di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta. Tejowulan pun menerima gelar Kangjeng Gusti Pangeran Harya Panembahan Agung.
Pelestarian Kebudayaan Jawa
PB XIII aktif dalam pelestarian budaya dan tradisi Jawa. Ia sering terlibat dalam penyelenggaraan berbagai upacara adat, seperti labuhan, grebeg, sekaten, dan kirab malam 1 Suro, yang merupakan acara tahunan yang menyatukan masyarakat Surakarta.
Tidak hanya itu, PB XIII juga berperan penting dalam mempromosikan dan melestarikan seni tradisional, seperti wayang kulit dan keris, dengan menghadiri pameran dan pergelaran seni budaya. Pada 2018, ia bersama tokoh-tokoh budaya lainnya menerima penghargaan dari Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI) atas inisiatif penyelenggaraan wayang kulit dengan kelir terpanjang di dunia, sebuah prestasi yang menandakan dedikasinya terhadap pelestarian budaya Jawa.
Bukan hanya fokus pada aspek kebudayaan, PB XIII juga menunjukkan kepedulian besar terhadap masyarakat luas. Salah satu contoh nyata adalah keterlibatannya dalam program vaksinasi Covid-19. Pada 2021, Keraton Surakarta di bawah pimpinannya berpartisipasi dalam program vaksinasi dengan memberikan 20.000 dosis vaksin gratis kepada warga di Kabupaten Ponorogo dan Pacitan, sebagai bagian dari upaya bersama untuk melawan pandemi.
Ia juga aktif memberikan gelar kebangsawanan kepada sejumlah tokoh dari berbagai kalangan yang berprestasi dalam bidang politik, seni, dan budaya, serta mereka yang turut berkontribusi dalam pelestarian kebudayaan Jawa sekaligus menguatkan peran keraton dalam menjaga nilai-nilai luhur kebudayaan Jawa.
Di tengah dinamika sosial-politik yang terus berubah, PB XIII tetap teguh menjaga identitas Keraton sebagai simbol kebudayaan Jawa. Ia berperan sebagai pelindung dan penjaga warisan budaya yang kaya akan tradisi dan nilai luhur. Sebagai pemimpin simbolik dan kepala keluarga besar keraton, ia terus memastikan bahwa keraton tetap relevan di tengah perubahan zaman, serta memperkuat hubungan keraton dengan pemerintah pusat maupun daerah.
Ia juga menjalin hubungan baik dengan keraton lain, termasuk dengan Kesultanan Yogyakarta dan Kadipaten Mangkunegaran. Pada 2022, ia pun sempat bersama Sultan Hamengkubuwana X dan Adipati Pakualam X menghadiri upacara pengukuhan Adipati Mangkunegara X di Pura Mangkunegaran Surakarta, menunjukkan komitmennya dalam menjaga keharmonisan antar-keraton di Jawa.
(Arief Setyadi )