"Ini penting karena karakter kejahatan lingkungan terorganisir. Ada operator lapangan, pengangkut, penadah, hingga pihak yang mungkin terhubung dengan oknum pemilik modal," jelasnya.
Dengan kata lain, efektivitas penegakan hukum tidak hanya diukur dari jumlah kayu yang disita, tetapi dari sejauh mana penyidikan mampu menelusuri rantai pasok dan menutup ruang operasi para pelaku.
Meskipun demikian, upaya Polri menghadapi sejumlah tantangan. Salah satunya adalah kebutuhan memperkuat kapasitas forensik lingkungan.
‘’Polri membuka peluang untuk membangun sinergi yang lebih terstruktur antara penanganan bencana dan penegakan hukum lingkungan. Media sering menggarisbawahi bahwa bencana di Sumatera bukan hanya persoalan curah hujan ekstrem, tetapi juga akumulasi kerentanan struktural akibat degradasi hutan,’’ungkapnya.
Haidar mengatakan, Polri memiliki modal besar untuk memperkuat pemantauan kawasan rawan dan mengintegrasikan informasi lapangan ke dalam sistem peringatan dini. Ini bisa dilengkapi pendekatan berbasis teknologi seperti citra satelit, pemetaan daerah rawan, dan sistem pelaporan.