Saat itu, terminal khusus untuk bemo rata dengan tanah. Ironisnya, Pemkot Padang tidak lagi membangun bahkan seperti tidak lagi memikirkannya. Padahal jalur itu beda dengan angkutan kota lainya.
“Setelah terjadi gempa, kondisi bemo ini udah semerawutan, tidak ada lagi terminalnya. Kalau dulu ada sekitar 300 unit lebih bemo, kemudian berkurang menjadi 44 dan akhir tahun 2009 tinggal enam itu pun jarang dipakai kebanyakan dimuseumkan bahkan mungkin dijual sama orang lain,” tuturnya.
Agus mengaku, dulunya bemo merupakan tumpuannya menghidupi keluarga. Namun, sejak tidak beroperasi, bemo lebih sering mangkal di rumah. Sesekalilah ia dan bemonya bernostalgia, bila ada warga yang memintanya mengantar barang seperti saat ini.
Sekarang ini Agus bekerja membantu istrinya berjualan lontong di rumah mereka di Jalan Sisingamangaraja, Kelurahan Simpang Haru, Kecamatan Padang Timur, Kota Padang, Sumatera Barat.
Agus kembali mengenang masa jayanya saat menjadi sopir bemo sejak tahun 1981. Saat itu, banyak sekali penumpang yang membutuhkan jasanya karena angkot masih jarang apalagi ojek.