"KPK belum menerima putusan MA secara resmi," kata Pelaksana Tugas (Plt) Wakil Ketua KPK, Indriyanto Seno Adji saat dikonfirmasi melalui pesan singkat, Kamis (9/4/2015).
Indriyanto tak ingin berspekulasi atas kelanjutan putusan tersebut. Bahkan, saat disinggung soal keterlibatan pihak-pihak lain, seperti mantan Wakil Presiden, Boediono yang saat bailout dan FPJP itu bergulir menjabat sebagai Gubernur Bank Indonesia (BI) dan sejumlah petinggi BI lainnya.
"Jadi belum bisa dipelajari secara substansial terlepas penyebutan tidaknya nama siapapun dalam kasus tersebut (Boediono, dkk)," terangnya.
Sama seperti Indriyanto, Plt Wakil Ketua KPK, Johan Budi SP mengatakan, pihaknya akan mempelajari dulu jika sudah menerima putusan MA tersebut. Menurutnya, putusan itu akan menjadi salah satu acuan bagi pihaknya untuk mengembangkan perkara tersebut.
"Kami belum menerima salinan putusan lengkap. Setelah itu tentu akan kami pelajari isi putusan itu yang kemudian menjadi salah satu acuan untuk mengembangkan perkaranya," ujar Johan saat dikonfirmasi terpisah.
Seperti diketahui, MA memperberat hukuman terdakwa kasus korupsi pemberian FPJP Bank Century, Budi Mulya. Hukuman mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) itu diperberat menjadi 15 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsidair 8 bulan kurungan.
Hukuman tersebut dijatuhkan dalam persidangan yang dipimpin Hakim Artidjo Alkostar dengan Hakim anggota M. Askin dan MS. Lumme secara bulat tanpa ada dissenting opinion pada Rabu 8 April 2014. Putusan itu sendiri sekaligus mengabulkan permohonan kasasi yang diajukan KPK terhadap Budi Mulya.
"Mengadili, mengabulkan kasasi penuntut umum serta membatalkan putusan pengadilan negeri atau pengadilan tinggi mengadili sendiri," demikian petikan amar putusan kasasi.
Majelis hakim dalam pertimbangannya menyebut alasan kasasi penuntut umum dapat dibenarkan. Sebab, pada putusan sebelumnya yakni Pengadilan Tinggi DKI dinilai kurang mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan.
Hakim menilai pemberian persetujuan penetapan pemberian FPJP kepada PT Bank Century Tbk oleh Budi Mulya dilakukan dengan itikad tidak baik. Selain itu, dilakukan dengan cara melanggar Pasal 45 dan penjelasannya UU Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 3 Tahun 2004.
Perbuatan terdakwa itu dinilai termasuk perbuatan melawan hukum. Perbuatan terdakwa yang melawan hukum itu dinilai mempunyai hubungan kausal dengan kerugian keuangan negara sejak penyetoran PMS (Penyertaan Modal Sementara) yang pertama kali pada 24 November 2008 hingga Desember 2013, yang jumlahnya Rp8.012.221.000.000 (delapan triliun dua belas miliar dua ratus dua puluh satu juta rupiah).
"Jumlah kerugian keuangan negara yang sangat besar di tengah banyak rakyat Indonesia yang hidup dalam kemiskinan. Konsekuensi etis dan yuridisnya, perbuatan terdakwa pantas untuk dijatuhi pidana yang setimpal," terang putusan itu.
Tak hanya itu, majelis hakim menuturkan PT Bank Century Tbk yang ditetapkan sebagai bank gagal berdampak sistemik, telah diserahkan kepada LPS (Lembaga Penjamin Simpanan) pada 21 November 2008. Terdakwa Budi Mulya saat itu menyetujuinya dalam RDG (Rapat Dewan Gubernur) BI.
Hal tersebut dinilai telah mencederai kepercayaan masyarakat terhadap kesungguhan negara dalam membangun demokrasi ekonomi. Apalagi perbuatan itu mengakibatkan negara merugi Rp 8.012.221.000.000.
"Sehingga, terdakwa perlu dijatuhi pidana yang tepat sesuai dengan sifat berbahayanya kejahatan yang dilakukan oleh terdakwa," jelas hakim dalam amar putusan tersebut.
Sebelumnya, Budi Mulya diputus bersalah dan dijatuhi pidana penjara selama 10 tahun serta denda Rp500 juta dan subsider lima bulan kurungan oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Tindak pidana korupsi Jakarta. Kemudian oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, Budi Mulya djatuhi menjadi 12 tahun penjara dengan pidana denda yang sama.
Perbuatan Budi Mulya sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHPidana.
(Arief Setyadi )