Dalam menjalankan tugasnya, Hoegeng kerap menyamar sebagai pelayan di sebuah restoran yang tak jauh dari rumahnya di jalan Jetis. Pengalamannya menyamar jadi pelayan ini, ternyata masih membekas dan dilakukan ketika sudah menjabat Kapolri, dalam rangka sidak ke berbagai tempat.
Selesai revolusi, karier Hoegeng kian melesat. Masa jabatannya sebagai Kapolri kelima selalu jadi teladan buat segenap perwira polisi, kendati catatan hidupnya diselingi keterlibatan kontroversi Petisi 50, petisi yang berisikan protes penggunaan Pancasila terhadap lawan-lawan politik oleh Presiden Soeharto.
Akibatnya setelah pensiun sebagai Kapolri, Hoegeng masuk dimasukkan daftar hitam sebagai figur yang berlawanan terhadap Soeharto. Hoegeng bahkan dilarang hadir dalam HUT Polri yang diperingati setiap 1 Juli.
Hoegeng akhirnya tinggal nama pada 14 Juli 2004. Hoegeng tutup usia di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, setelah terserang penyakit stroke dan jantung. Sesuai wasiatnya, Hoegeng yang tak mau dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta, akhirnya dikebumikan di Pemakaman Umum Giri Tama, Bogor.
(Randy Wirayudha)