JAKARTA – Tinggi Gunung Anak Krakatau diperkirakan berkurang jauh dari sebelumnya. Pasalnya, Gunung Anak Krakatau telah kehilangan 228 meter di atas permukaan laut (mdpl) semenjak erupsi.
Pengamatan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melaporkan, berdasarkan hasil analisis visual, terkonfirmasi bahwa Gunung Anak Krakatau yang tingginya semula 338 mdpl, sekarang tingginya tinggal 110 mdpl.
Baca juga: Kesaksian Wanita Hamil 8 Bulan Selamat dari Terjangan Tsunami Selat Sunda
Sementara itu, mengatakan Perubahan tubuh Gunung Anak Krakatau. PVMBG memperkirakan volume Anak Krakatau hilang 150-170 juta meter kubik, kemungkinan saat ini tersisa 40-70 meter kubik.
“Berkurangnya volume tubuh GAK disebabkan proses rayapan tubuh da erosi selama24-27 Desember 2018,” ujar Sutopo mengutip akun twitternya, Jakarta, Sabtu (29/12/2018).
Dari pantauan PVMBG, secara visual pada 28 Desember 2018 pukul 00.00-12.00 WIB, teramati letusan dengan tinggi asap maksimum 200-3000 meter di atas puncak kawah Gunung Anak Krakatau.
Baca juga: Di Balik Tsunami Selat Sunda: Bocah Kini Takut ke Pantai hingga Warga Mengungsi ke Hutan
Letusan tersebut dengan abu vulkanik bergerak ke arah timur-timur laut, sedangkan cuaca teramati berawan-hujan dengan arah angin dominan ke timur-timur laut.
Selanjutnya, pada pukul 14.18 WIB, cuaca cerah dan terlihat asap letusan tidak berlanjut. Terlihat tipe letusan surtseyan, terjadi karena magma yang keluar dari kawah Gunung Anak Krakatau bersentuhan dengan air laut.
Sebelumnya, PVMBG mencatat terjadi perubahan pola letusan pada jam 23.00 tanggal 27 Desember 2018 yaitu terjadinya letusan-letusan dengan onset yang tajam. Letusan Surtseyan terjadi di sekitar permukaan air laut.
Dari Pos PGA Pasauran, posisi puncak Gunung Anak Krakatau saat ini lebih rendah di banding Pulau Sertung yang menjadi latar belakangnya. Sebagai catatan, Pulau Sertung tingginya 182 meter sedangkan Pulau Panjang 132 meter.
Baca juga: Gunung Anak Krakatau Meletus, BNPB: Tidak Akan Ada Tsunami Besar seperti 1883
Proses pengamatan visual terus dilakukan untuk mendapatkan hasil perhitungan yang lebih presisi. Saat ini letusan bersifat impulsif, sesaat sesudah meletus tidak tampak lagi asap yang keluar dari kawah Gunung Anak Krakatau. Terdapat dua tipe letusan, yaitu letusan Strombolian dan Surtseyan.
Potensi bahaya dari aktivitas letusan Gunung Anak Krakatau dengan kondisi saat ini yang paling memungkinkan adalah terjadinya letusan-letusan Surtseyan.
Letusan jenis ini karena terjadi di permukaan air laut, meskipun bisa banyak menghasilkan abu, tapi tidak akan menjadi pemicu tsunami. Potensi bahaya lontaran material lava pijar masih ada.
Dengan jumlah volume yang tersisa tidak terlalu besar, maka potensi terjadinya tsunami relatif kecil, kecuali ada reaktivasi struktur patahan/sesar yang ada di Selat Sunda.
Berdasarkan hasil pengamatan dan analisis data visual maupun instrumental hingga tanggal 28 Desember 2018, tingkat aktivitas Gunung Anak Krakatau masih tetap Level III (Siaga).
(Fakhri Rezy)