Ketika Sabu dan Heroin Jadi Jalan Keluar Kesulitan Ekonomi

Agregasi BBC Indonesia, Jurnalis
Rabu 15 Desember 2021 05:13 WIB
Aktivitas jual beli sabu dan heroin di Afghanistan (Foto: BBC)
Share :

Bilal Karimi, Juru Bicara Taliban di Kabul, berkata kepada BBC bahwa mereka "berusaha mencari alternatif" bagi para petani.

"Kami tidak bisa melarang bisnis opium tanpa menawarkan sesuatu yang lain kepada mereka," ujarnya.

Tak lama setelah menguasai Afghanistan, Taliban akhirnya melarang opium. Namun sebelumnya pajak di atas opium menjadi sumber pendapatan mereka, meski mereka selalu membantahnya.

Beberapa pedagang opium berkata, Taliban sebenarnya dapat secara efektif memberlakukan larangan opium. Walau begitu, banyak pedagang skeptis pada opsi itu.

"Taliban telah mencapai apa yang mereka miliki berkat opium," kata seorang petani dengan nada marah.

"Tak satu pun dari kami akan membiarkan Taliban melarang opium kecuali komunitas internasional membantu rakyat Afghanistan. Kalau tidak, kami akan kelaparan dan tidak akan bisa menafkahi keluarga," ungkapnya.

Mansfield berkata, kenaikan harga bahan pangan dan produk pertanian akibat krisis ekonomi akan membuat petani dan pemilik pabrik sabu meningkatkan volume perdagangan.

Menurutnya, pilihan itu akan mereka lakukan "hanya untuk mempertahankan pendapatan".

Di beberapa wilayah Afghanistan, industri narkotika sangat mempengaruhi perekonomian lokal.

Gandum Rez, sebuah desa terpencil di Helmand, hanya dapat dicapai melalui jalur berkerikil. Namun daerah itu berada di peta perdagangan heroin global.

Selain sejumlah besar kios pasar yang dikhususkan untuk penjualan opium, desa ini juga lokasi beberapa pabrik, yang masing-masing mempekerjakan 60-70 orang.

Pabrik-pabrik itu mengolahnya opium menjadi heroin. Narkotika itu lalu diselundupkan ke Pakistan dan Iran, kemudian terus bergerak ke seluruh dunia, termasuk Eropa.

Menurut salah satu sumber lokal, satu kilogram heroin untuk ekspor dijual dengan harga sekitar 210.000 rupee Pakistan (sekitar Rp17 juta).

Seorang mantan pengedar narkotika di Inggris berkata kepada BBC, pada saat satu kilogram heroin itu mencapai Inggris harganya akan melonjak menjadi sekitar Rp1,2 miliar.

Sebagian besar keuntungan dari penjualan itu didapatkan kelompok mereka berada di rantai distribusi internasional. Meski begitu Taliban tetap memungut pajak pada produsen.

Menurut Mansfield, keuntungan yang diperoleh Taliban dari narkotika sering dilebih-lebihkan dan tidak signifikan dibandingkan sumber pendapatan lainnya.

Mansfield memperkirakan bahwa pada tahun 2020, Taliban menerima sekitar USD35 juta (Rp502 miliar) dari pajak produksi obat.

"Pertama kali Taliban berkuasa, mereka butuh enam tahun sebelum mereka benar-benar memberlakukan larangan obat-obatan dan itu tidak berlaku pada opium pada saat itu," katanya.

Merujuk situasi ekonomi Afghanistan saat ini, menurut Mansfield, larangan opium akan dianggap sebagai hukuman bagi kelompok yang selama ini membantu dan mendukung Taliban.

Juru bicara Taliban, Bilal Karimi, berkata kepada BBC bahwa pemberantasan produksi narkotika akan berdampak positif bagi Afghanistan dan masyarakat internasional.

"Jadi dunia juga harus turut membantu upaya ini," ujarnya.

Perdagangan narkotika di Afganistan tidak hanya berkisar pada tujuan ekspor. Narkotika juga berdampak negatif pada penduduk Afghanistan, terutama jika mengacu tingkat kecanduan yang tinggi.

Di sisi jalan yang sibuk di pinggiran ibu kota Kabul, beberapa ratus pria berkerumun dalam kelompok-kelompok kecil. Mereka merokok sabu dan heroin.

"Sekarang obat-obatan itu dibuat di Afghanistan sehingga harganya jauh lebih murah dibandingkan saat harus impor dari Iran," kata seorang laki-laki.

"Satu gram sabu dulu dijual seharga 1.500 Afghani (Rp215.000), sekarang menjadi 30 hingga 40 Afghani (sekitar Rp40.000)," tuturnya.

Kondisinya jorok, dengan beberapa tinggal di dalam selokan.

"Bahkan seekor anjing pun tidak akan hidup seperti kami di sini," terang laki-laki yang lain.

Taliban sering secara kasar mengumpulkan dan membawa mereka ke pusat rehabilitasi obat-obatan yang kekurangan sumber daya. Namun para pecandu itu akhirnya kerap kembali lokasi ini.

Di tengah wacana larangan Taliban terhadap opium, tampaknya narkotika masih akan dijual di jalanan di Afghanistan maupun di negara lainnya.

(Susi Susanti)

Halaman:
Lihat Semua
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya