Dari sudut pandang Taiwan, kedatangan politikus paling kuat ketiga di AS itu membawa makna simbolis yang sangat besar. Kedatangannya sekaligus bisa menormalkan kunjungan pejabat tingkat tinggi lainnya.
Taiwan berharap akan ada lebih banyak kunjungan serupa di masa depan. Kunjungan pejabat tinggi AS yang terakhir terjadi pada 25 tahun yang lalu.
Namun kunjungan Pelosi tidak mengubah fakta yang mendasar bahwa status Taiwan yang bebas dan demokratis sedang terancam.
Semakin banyak orang sadar bahwa ancaman China untuk "menyatukan kembali Taiwan, dengan paksa bila perlu" adalah nyata.
Semakin banyak pula yang melihat bahwa kemampuan miiliter China sekarang sudah jauh melampaui Taiwan.
Pekan lalu Taiwan memamerkan kekuatan militernya dalam latihan selama lima hari menggunakan amunisi betulan serta manuver udara, dan angkatan laut yang disebut Han Kuang 38.
Bagi banyak pengamat, peristiwa itu adalah pertunjukan kekuatan militer modern yang mengesankan. Namun bagi para spesialis, itu menunjukkan seberapa jauh Taiwan ketinggalan dari China.
Tank, artileri, dan jet tempur Taiwan sudah tua, kapal angkatan laut mereka tidak punya sistem radar maupun rudal paling modern. Negara ini juga tidak memiliki kapal selam modern.
Nyaris tidak ada keraguan bahwa dalam pertarungan satu lawan satu, China akan mengalahkan Taiwan. Tapi apa yang akan memicu serangan China ke Taiwan?
Bagi Beijing, selama ini garis merahnya adalah deklarasi kemerdekaan resmi oleh Taiwan.