CHINA - Kematian seorang bocah lelaki berusia 3 tahun setelah dugaan kebocoran gas di kompleks perumahan yang terkena ‘lockdown’ di barat laut China telah memicu gelombang kemarahan baru atas kebijakan ketat nol-Covid di negara itu.
Ayah anak laki-laki itu mengklaim dalam sebuah posting media sosial (medsos) pada Rabu (2/11/2022) bahwa pekerja Covid berusaha mencegahnya meninggalkan kompleks mereka di Lanzhou, ibu kota provinsi Gansu, untuk mencari perawatan bagi anaknya. Dia meyakini hal ini berakhibat fatal pada kesehatan anaknya.
Sebagian besar Lanzhou, termasuk lingkungan tempat keluarga bocah itu tinggal, telah dikunci sejak awal Oktober lalu.
Baca juga: Pekerja Pabrik iPhone China 'Kabur' karena Lockdown Covid-19, Pengamat: Produksi Bisa Terpengaruh
Ayah anak laki-laki itu mengatakan istri dan anaknya jatuh sakit sekitar tengah hari pada Selasa (1/11/2022), menunjukkan tanda-tanda keracunan gas. Menurut postingan media sosial pria itu, kondisi sang ibu membaik setelah menerima CPR dari sang ayah, tetapi bocah itu mengalami koma.
Baca juga: Lockdown Disneyland Shanghai, Banyak Pengunjung Terjebak di Dalam Tidak Bisa Keluar
Sang ayah mengatakan dia melakukan banyak upaya untuk memanggil ambulans dan polisi tetapi gagal. Dia mengatakan dia kemudian pergi untuk meminta bantuan dari pekerja Covid yang memberlakukan penguncian di kompleks mereka, tetapi ditolak dan disuruh mencari bantuan dari pejabat di komunitasnya atau memanggil ambulans sendiri.
Dia mengatakan para pekerja memintanya untuk menunjukkan hasil tes Covid negatif, tetapi dia tidak bisa melakukannya karena tidak ada tes yang dilakukan di kompleks dalam 10 hari sebelumnya.
Dia menjadi putus asa dan akhirnya membawa putranya keluar, di mana seorang penduduk yang "baik hati" memanggil taksi untuk membawa mereka ke rumah sakit.
Namun, sudah terlambat pada saat mereka tiba dan para dokter gagal menyelamatkan putranya.
"Anak saya mungkin bisa diselamatkan jika dia dibawa ke rumah sakit lebih cepat," tulisnya, dikutip CNN.
Menurut peta online, rumah sakit hanya berjarak 3 kilometer (1,86 mil) dari rumah bocah itu atau sekitar 10 menit menggunakan kendaraan.
Sang ayah mengklaim di pos media sosialnya bahwa polisi tidak muncul sampai dia membawa putranya ke rumah sakit. Namun polisi setempat mengatakan dalam sebuah pernyataan pada Selasa (1/11/2022) malam bahwa mereka segera bergegas ke tempat kejadian setelah menerima panggilan bantuan dari masyarakat, dan membantu mengirim dua orang, termasuk anak itu, ke rumah sakit pada 14 menit kemudian.
Pernyataan polisi mengatakan anak itu meninggal karena keracunan karbon monoksida dan ibunya tetap di rumah sakit dalam kondisi stabil. Tetapi tidak disebutkan apakah tindakan penguncian telah menyebabkan perawatan mereka jadi tertunda.
Dalam posting media sosialnya, sang ayah mengatakan dia didekati oleh seseorang yang mengaku bekerja untuk “organisasi sipil” dan ditawari 100.000 yuan (sekitar USD14.000) dengan syarat dia menandatangani perjanjian yang bersumpah untuk tidak meminta pertanggungjawaban dari pihak berwenang.
“Saya tidak menandatanganinya. Yang saya inginkan hanyalah penjelasan (atas kematian anak saya)," tulisnya.
“Saya ingin (mereka) memberi tahu saya secara langsung, mengapa mereka tidak membiarkan saya pergi saat itu?,” lanjutnya.
Postingan ini menuai banyak kemarahan dan kesedihan publik. Bahkan beberapa tagar terkait mengumpulkan ratusan juta tampilan pada hari berikutnya di Weibo, platform mirip Twitter di China.
“Tiga tahun pandemi adalah seluruh hidupnya,” tulis salah satu warganet.
Sementara itu, pada Kamis (3/11/2022), pihak berwenang Lanzhou mengeluarkan pernyataan yang mengungkapkan kesedihan atas kematian anak itu dan belasungkawa kepada keluarganya. Mereka bersumpah untuk "secara serius menangani" pejabat dan unit kerja yang gagal memfasilitasi penyelamatan tepat waktu untuk bocah itu.
"Kami telah belajar pelajaran yang menyakitkan dari insiden ini ... dan akan menempatkan orang-orang dan kehidupan mereka sebagai yang utama dalam pekerjaan kami di masa depan," kata pernyataan itu.
CNN mencoba menghubungi pejabat Lanzhou dan ayah bocah itu untuk memberikan komentar. Sang ayah tidak menanggapi.
Kematian bocah itu juga memicu kemarahan warga setempat. Video yang beredar di media sosial menunjukkan warga turun ke jalan untuk menuntut jawaban dari pihak berwenang.
Salah satunya menunjukkan seorang wanita meneriaki para pejabat yang mengenakan pakaian hazmat dari ujung kepala hingga ujung kaki. “Minta pemimpin Anda untuk datang ke sini dan memberi tahu kami apa yang terjadi hari ini,” teriaknya.
Di tempat lain, seorang pria meneriakkan, "Kembalikan kebebasanku!"
Ini adalah tragedi terbaru yang memicu reaksi yang terus muncul terhadap kebijakan nol-Covid China yang tak henti-hentinya. Kebijakan ini dianggap merepotkan hingga menyulitkan kehidupan dengan lockdown yang tak henti-hentinya, karantina, dan mandat pengujian massal bahkan ketika seluruh dunia bergerak dari pandemi.
Banyak kasus serupa melibatkan orang yang sekarat setelah ditolak akses cepat ke perawatan medis darurat selama penguncian. Meskipun ada desakan dari pejabat China, termasuk Presiden Xi Jinping, bahwa kebijakan Covid negara itu “menempatkan orang dan kehidupan mereka terlebih dahulu.”
(Susi Susanti)