Sudding pun menilai kasus tersebut juga merupakan indikasi kegagalan sistemik dalam pembinaan personel. Termasuk dalam pengawasan internal, dan kultur kekuasaan di tubuh aparat penegak hukum.
"Jika kantor polisi berubah menjadi tempat pelecehan, maka seluruh konsep negara hukum sedang dalam bahaya," ungkap Sudding.
Saat ini Aipda PS yang menjabat sebagai Kanit Provos Polsek Wewewa Selatan telah dijatuhi sanksi penempatan khusus (patsus) sejak Sabtu (7/6) untuk menjalani proses hukum lebih lanjut. Sudding mendesak agar proses hukum terhadap Aipda PS dilakukan secara transparan dan berkeadilan.
“Tak bisa hanya diselesaikan dalam sidang etik atau diberi teguran atau sanksi ringan saja. Karena ini adalah kejahatan pidana, bukan hanya pelanggaran disiplin. Pelakunya harus diadili di pengadilan umum, dengan proses yang bisa diawasi oleh masyarakat," tegas Legislator dari Dapil Sulawesi Tengah itu.
Sudding pun mengatakan, Komisi III DPR akan meminta penjelasan soal penanganan kasus ini dari Polri. Hal ini sekaligus untuk mengevaluasi mekanisme pengawasan terhadap perilaku anggota di lapangan, terutama yang menangani kasus-kasus kekerasan seksual dan kekerasan berbasis gender.
"Kita tidak bisa terus-menerus berlindung di balik narasi 'oknum'. Jika kasus seperti ini terus muncul, berarti ada yang salah dalam sistem rekrutmen, pelatihan, dan pengawasan aparat. Sudah saatnya Polri membersihkan institusinya secara serius dari mental predator berseragam," sebut Sudding.