Israel meningkatkan kehadiran militernya di Tepi Barat segera setelah serangan mendadak Hamas pada Oktober 2023. Ini memicu perang yang telah menghancurkan wilayah utama Palestina lainnya, Jalur Gaza.
Dalam semalam, gundukan tanah dan batu-batu besar diletakkan di jalan. Kemudian gerbang logam berat, biasanya dicat kuning atau oranye, dipasang dan dikunci militer di pintu masuk ke komunitas Palestina, yang sering kali mengarah ke jalan yang juga digunakan oleh para pemukim.
Militer mendirikan pos pemeriksaan permanen baru. Apa yang disebut pos pemeriksaan terbang, yang didirikan secara tiba-tiba dan tanpa peringatan, menjadi lebih sering.
Warga Sinjil, Sana Alwan (52), yang bekerja sebagai pelatih pribadi mengatakan perjalanan yang dulunya singkat untuk mencapai Ramallah kini dapat memakan waktu hingga tiga jam sekali jalan. Tanpa ada cara untuk mengetahui di awal hari berapa lama ia akan terjebak di pos pemeriksaan. Pekerjaan menjadi lambat karena ia tidak dapat lagi menjanjikan klien.
"Separuh dari hidup kami dihabiskan di jalan," katanya.
Sementara Tepi Barat sebagian besar terhindar dari serangan habis-habisan yang dilancarkan di Gaza, kehidupan menjadi semakin tidak menentu. Larangan memasuki Israel untuk bekerja tiba-tiba memutus mata pencaharian puluhan ribu pekerja. Pada awal tahun ini, puluhan ribu penduduk Tepi Barat mengungsi akibat tindakan keras Israel terhadap militan di Jenin di utara.
Mohammad Jammous (34) yang tumbuh di Jericho dan tinggal di Ramallah, dulunya sering bertemu keluarganya hampir setiap minggu. Dulunya, ia menempuh perjalanan selama satu jam. Kini waktu perjalanan bisa memakan waktu berjam-jam. Ia mengatakan sekarang ia biasanya hanya bisa berkunjung sebulan sekali.
Militer Israel mengatakan pasukannya beroperasi dalam "realitas keamanan yang kompleks". Pos pemeriksaan harus direlokasi dan didirikan secara berkala di lokasi baru untuk memantau pergerakan dan menanggapi ancaman yang berasal dari masyarakat Palestina.
Pejabat di Otoritas Palestina, yang menjalankan pemerintahan sendiri terbatas di Tepi Barat di bawah pendudukan Israel, menduga dampak yang mencekik pada ekonomi dan kehidupan sehari-hari itu disengaja. Mereka mengatakan hal itu bisa menjadi bumerang bagi Israel dengan mendorong lebih banyak pemuda untuk bersimpati dengan militan.
"Mereka melakukan segala yang mereka bisa untuk membuat hidup sangat sulit bagi rakyat kami," Perdana Menteri Palestina Mohammad Mustafa mengatakan kepada wartawan bulan lalu.
(Erha Aprili Ramadhoni)