Ia menegaskan bahwa riset yang dilakukannya berfokus pada studi ilmiah tentang ijazah palsu, dan kasus ijazah Jokowi dijadikan salah satu contoh kasus penelitian.
“Penelitian saya memang spesifik meneliti tentang ijazah-ijazah palsu, dan saya ambil contoh kasusnya langsung ke Jokowi,” katanya.
Bonatua juga menjelaskan alasan tidak meminta dokumen tersebut ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta, karena lembaga itu tidak memiliki kewenangan mengarsipkan dokumen pribadi calon kepala daerah setelah masa jabatannya berakhir.
“KPUD DKI tidak berwenang dan tidak berhak menguasai dokumen itu. Mereka hanya bisa menyimpan data sampai 2017,” ujarnya.
Lebih lanjut, Bonatua menyebut bahwa lembaga kearsipan selalu melakukan verifikasi ketat terhadap setiap dokumen yang masuk, sehingga dokumen dari LKD atau ANRI memiliki nilai keabsahan tinggi untuk kepentingan riset.
“Begitu ANRI menerima dokumen, mereka tidak serta-merta menerimanya begitu saja. ANRI pasti memanggil ahli dokumen forensik untuk memastikan keasliannya,” pungkasnya.
(Awaludin)