Dua guru yang sangat berpengaruh dalam masa nyantri beliau adalah KH. A. Sahal Mahfudh dan KH. Rifa’i Nasuha, guru dari KH. Sahal Mahfudh.
KH. Zulfa Mustofa berencana melanjutkan kuliah ke Timur Tengah, ke Al-Azhar atau Makkah, namun tidak terwujud karena wafatnya ayahnya. Pada usia 19 tahun, beliau menggantikan posisi ayahnya mengajar di lima majelis taklim, dan mendirikan majelis taklimnya sendiri, Darul Musthofa, pada tahun 2000. KH. Zulfa Mustofa menikah dengan Hulwatin Syafi’ah dan dikaruniai beberapa anak.
Sepak terjang karirnya terhitung moncer sebelum menjabat sebagai Pj Ketua Umum PBNU, yakni Mutasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) DKI Jakarta, Wakil Majelis Pertimbangan MUI Pusat, Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, dan Ketua Komite Fatwa BPJPH Kementerian Agama.
KH. Zulfa Mustofa pun merupakan penulis dan ulama yang produktif. Beberapa karya terbaru beliau antara lain Al-Fatwa wa Ma La Yanbaghi Li al-Mutafaqqih Jahluhu, dan Diqqat al-Qonnas fi Fahmi Kalam al-Imam al-Syafi’i.
KH. Zulfa Mustofa dikenal sebagai sosok ulama yang menggabungkan keilmuan klasik dengan pandangan kontemporer, aktif dalam pendidikan, dakwah, dan pengembangan hukum Islam di Indonesia.
(Awaludin)