Bencana Sumatera Tinggalkan Trauma, Pemerintah Beri Dukungan Psikososial ke Korban Banjir

Fahmi Firdaus , Jurnalis
Rabu 10 Desember 2025 16:27 WIB
Pemerintah Beri Dukungan Psikososial ke Korban Banjir
Share :

JAKARTA – Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengungkapkan korban jiwa akibat bencana di Aceh, Sumatera Utara dan Sumatera Barat bertambah menjadi 964 orang.  Tim gabungan juga masih mencari 293 jiwa yang hilang imbas bencana di tiga provinsi itu.

Pemerintah dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) bersama Save the Children memberikan dukungan mobil psikososial bagi anak-anak terdampak banjir bandang dan longsor di Belawan, Medan, Sumatera Utara.

Ketua Tim Kemkomdigi, Taofiq Rauf mengatakan, upaya pemulihan usai bencana Sumatera bukan hanya fokus pada perbaikan infrastruktur, tetapi juga kesehatan mental dan kesejahteraan anak- anak.

“Pendekatan ini sejalan dengan mandat Kemkomdigi dalam memperkuat komunikasi publik yang inklusif, responsif, dan berorientasi pada pemulihan menyeluruh di wilayah terdampak,” ujarnya, Rabu (10/12/2025).

Pemerintah terus memastikan pemulihan konektivitas jaringan serta infrastruktur telekomunikasi di wilayah terdampak banjir dan tanah longsor di Sumatera.

‘’Selain pemulihan teknis, Komdigi juga mendirikan sejumlah Posko sebagai Pusat Informasi dan Media Center untuk mendukung komunikasi darurat dan koordinasi penanganan bencana,’’ujarnya.

Di Aceh, posko dipusatkan di Gedung Sekretariat Daerah Provinsi Aceh, sementara di Sumatera Barat posko ditempatkan di Komplek Kantor Gubernur Sumbar.

Sedangkan untuk Sumatera Utara, Posko Komdigi beroperasi di tiga titik, yakni Gedung Kwarda Gerakan Pramuka Sumut, Gelanggang Olahraga (GOR) Pandan Tapanuli Tengah), serta Posko Dukungan Psikososial di Hamparan Perak, Deli Serdang.

Posko tersebut berfungsi sebagai ruang kerja bagi jurnalis, pusat penyelenggaraan konferensi pers, serta titik koordinasi lapangan bagi satuan Komdigi, operator seluler, pemerintah daerah dan para pemangku kepentingan terkait.

 

‘’Posko menjadi lokasi pemantauan jaringan telekomunikasi oleh Balai Monitoring (Balmon) di tingkat wilayah, sekaligus ruang redaksi bersama untuk penyusunan narasi, informasi publik, dan berbagai konten terkait penanganan bencana,’’pungkasnya.

Sementara Fasilitator psikososial Save the Children, Syahferi Anwar, menjelaskan bahwa anak-anak di wilayah terdampak umumnya mengalami ketakutan ekstrem pada fase awal pascabencana. Suara hujan menjadi pemicu utama munculnya kembali memori traumatis.

“Begitu hujan turun, yang mereka cari pertama adalah orang tua. Objek lekat mereka terguncang,” ujar Syahferi.

Fenomena ini kata dia, berbeda dengan anak-anak di pesisir yang lebih terbiasa dengan banjir musiman dan memiliki kemampuan adaptasi lebih kuat.

 

Ia mencontohkan situasi di Tamiang, salah satu wilayah longsor dampingan mereka. Dua hari setelah kejadian, anak-anak masih menolak diajak berkumpul atau bermain.

“Mereka takut. Saat bertemu orang baru, mereka tambah cemas. Jadi pendekatan harus perlahan, berbaur dulu,” ujarnya.

Sementara untuk anak yang terpisah dari orang tuanya saat banjir bandang, pendamping menggunakan metode Psychological First Aid (PFA). Anak didekati secara bertahap, tanpa paksaan, sambil dipantau emosinya.

“Kalau anak tertutup, jangan dipaksa bicara. Kita ikuti ritmenya. Identitas tetap kami kumpulkan melalui Restory Family Link untuk memastikan proses pencarian keluarga berjalan benar,” pungkasnya.

(Fahmi Firdaus )

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya