"Sekarang misalnya, MUI mengeluarkan fatwa, Muhammadiyah mengeluarkan fatwa, NU juga mengeluarkan fatwa. lalu, masyarakat ikut yang mana?," ujarnya.
Ia menyebut, komposisi komisi Fatwa MUI saat ini banyak diisi oleh orang-orang yang konservatif bukan progresif. Seharusnya, MUI membuka pandangan lebih luas dalam mempertimbangkan fatwa tersebut.
Dahulu, kata Inung, di Zaman Orde Baru ada seorang kyai yang progresif yakni Kiai Chozen. Kyai tersebut merupakan ahli fiqih, namun memiliki sudut pandang yang luas. Sehingga, fatwa-fatwa yang dikeluarkan oleh MUI tidak menuai kontroversi di masyarakat.
"Dulu Kiai Chozen pernah mengeluarkan fatwa menghalalkan peternakan kodok. Karena dipandang bermanfaat dalam sudut ekonomi," pungkasnya. (fal)
(Fahmi Firdaus )