Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

NEWS STORY: Hikayat Chastelein, Demokrasi, dan Kebhinekaan Republik Depok

Randy Wirayudha , Jurnalis-Minggu, 25 Desember 2016 |16:05 WIB
NEWS STORY: Hikayat Chastelein, Demokrasi, dan Kebhinekaan Republik Depok
Satu-satunya (repro) lukisan Cornelis Chastelein karena memang tak pernah ada lukisan wajah atau foto mengenai sosoknya (Foto: Randy Wirayudha/Repro YLCC)
A
A
A

Negara dan Presiden Depok

Chastelein meninggal pada 1714 dan putranya meninggal setahun setelah Chastelein tiada. Sempat lahan-lahan kopi, lada, kelapa hingga persawahan jadi rebutan budak-budaknya.

Makanya sejak saat itu juga untuk mengatur itu semua, ditunjuklah “Presiden” Depok pada kali pertama pada 14 Januari 1913. Presiden yang dipilih secara demokratis dan mufakat setiap lima tahun sekali dengan wilayah Depok yang sudah otonom karena merupakan tanah partikelir.

Presiden-presiden itu dipilih di antara 12 marga yang sudah terbentuk setelah Chastelein meninggal, yakni Bacas, Isakh, Jacob, Jonathans, Joseph, Laurens, Loen, Leanders, Samuel, Soedira, Tholense dan Zadokh –yang terakhir ini kini sudah disebutkan punah dan menyisakan 11 marga.

“Ya Presiden yang enggak punya tentara, enggak punya mata uang. Kantor pemerintahannya di Gemeente Bestuur yang sekarang jadi Rumah Sakit Harapan Depok itu. Presiden pertamanya juga bermarga Jonathans,” lanjut Ferdy.

Jadilah sejak 1913, Depok sudah berdiri secara otonom dan demokratis. Kebhinekaan juga sudah terjadi, di mana para budak yang berasal dari berbagai daerah, jadi satu sebagai “Belanda Depok”.

Kini keturunan-keturunannya sudah tak bisa menyebutkan lagi nenek moyangnya masing-masing berasal dari mana. Tidak jelas kalau ditanya para keturunannya kini bersuku apa.

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement