“Di situ dia (AR Baswedan) menyatakan bahwa di mana saya lahir, di situ tanah airku. Sudah enggak ada hubungannya lagi dengan Hadramauth karena sudah turun-temurun tinggal di sini (Indonesia),” imbuh Kurator Museum Perumusan Naskah Proklamasi itu.
Setelah proklamasi dibacakan pada 17 Agustus 1945, AR Baswedan juga membubarkan PAI dan sementara tokoh-tokoh Arab lainnya masuk berbagai partai, AR Baswedan justru masuk kabinet Perdana Menteri Sjahrir sebagai Menteri Muda Penerangan.
AR Baswedan juga ikut dalam rombongan delegasi RI yang dipimpin Menteri Luar Negeri H Agus Salim ke Kairo, Mesir pada 19 April 1947. Sekira 4 bulan mereka di Mesir hingga mendapatkan pengakuan kedaulatan resmi Mesir kepada RI secara de facto dan de jure, di mana pengakuan ini yang pertama didapat Indonesia kala itu.
Sepanjang hidupnya hingga wafat pada 16 Maret 1986, AR Baswedan hidup dalam kesederhanaan. Rumah yang ditempatinya di Kompleks Taman Yuwono, Yogyakarta saja, merupakan rumah pinjaman dari H Bilal.
Ya, meski sudah punya sepak terjang yang sarat jasa, AR Baswedan tak pernah memanfaatkan jabatannya sedikit pun. Mobil tua yang dimilikinya pun, merupakan mobil hadiah atau kado ulang tahunnya yang ke-72 dari Wakil Presiden RI Adam Malik yang juga sahabatnya.
AR Baswedan meninggal pada 16 Maret 1986 di usia 77 tahun karena kondisi kesehatannya yang menurun. AR Baswedan menolak dimakamkan di Taman Makam Pahlawan dan berdasarkan wasiatnya, memilih disemayamkan di TPU Tanah Kusir, sebagaimana para pejuang lain yang menolak dimakamkan di Taman Makam Pahlawan.
(Randy Wirayudha)