Karena, lanjut Fajar, Ira menganggap pasal tersebut mengharuskan anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari pasangan warga negara Indonesia (WNI) dan warga negara asing (WNA) mendaftarkan diri ke Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM paling lambat 4 (empat) tahun setelah undang-undang ini diundangkan. Itu jika anak tersebut ingin memeroleh status kewarganegaraan Indonesia.
Aturan tersebut dinilai diskriminatif dan berpotensi merugikan hak konstitusional anak-anak yang terlahir sebelum 1 Agustus 2006, sebagaimana undang-undang itu secara sah mulai diberlakukan.
"Intinya agar anak Pemohon, si Gloria menjadi WNI tanpa harus mendaftar (ke Imigrasi) paling lambat 4 tahun setelah UU Kewarganegaraan diundangkan. Keberlakuan Pasal 41 UU Kewarganegaraan mengakibatkan kerugian konstitusional karena anak Pemohon kehilangan kesempatan menjadi WNI gara-gara setelah berusia 18 tahun orangtuanya tidak mendaftarkan diri kepada kementerian yang dibatasi 4 tahun setelah UU diundangkan, untuk memperoleh kewarganegaraan Indonesia. Karenanya, anak Pemohon dianggap sebagai WNA," ujar Fajar
(Abu Sahma Pane)