Sementara, peneliti dari Institut Studi Transportasi (Instrans) Dedy Herlambang meminta Gubernur Anies mengkaji ulang pencabutan larangan roda dua. Apabila dicabut dan sepeda motor diperbolehkan melintas cita-cita masyarakat yang peduli transportasi massal dengan mengkampanyekan angkutan umum dan jalan kaki akan menjadi sia-sia.
Meski bagaimanapun persoalan kemacetan harus disiasati dengan transport demand management (TDM) supaya terjadi sinkronisasi pelayanan dan kebutuhan untuk peningkatan penggunaan angkutan umum melalui konsep push and pull public transport. “Kami harap Anies melanjutkan program sebelumnya dari perencanaan jangka panjang hingga menengah agar dapat mendorong switching ke penggunaan angkutan umum," ungkap Dedy.
Berdasarkan data Rencana Induk Transportasi Jabodetabek pada 2015, jumlah kendaraan pribadi roda empat sekitar 23% dan sepeda motor memakan porsi 75% dari total kendaraan di jalan yang mencapai 24,89 juta unit. Sementara, angkutan umum hanya 2%.
Kemudian, peran bus rapid transit (BRT) baru 2-3%. Sedangkan, KRL Commuter Line sekitar 3-4%. Sementara, laju pertumbuhan kendaraan bermotor mencapai 16% setiap tahun. "Dalam setahun 30.000 orang meninggal karena sepeda motor. Kami takut kalau kembali diizinkan, sepeda motor akan kembali menjadi predator. Prioritaskan angkutan umum sambil menyongsong target Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) 60% pengguna angkutan umum pada 2030," ujar Dedy.
Wakil Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Sigit Widjiatmoko mengatakan, pencabutan larangan roda dua di Jalan MH Thamrin masih terus dikaji, salah satunya mengadakan forum group discussion (FGD) di kantornya Jalan Jati Baru, Tanah Abang, Jakarta Pusat.