Aksi {Walk Out} Warnai Paripurna RUU Pemilu
Akhirnya, opsi lima paket isu krusial itu dibawa ke rapat paripurna pada 20 Juli 2017. Awalnya, rapat paripurna dipimpin oleh Wakil Ketua DPR, Fadli Zon, didampingi oleh empat pimpinan lainnya.
Sidang paripurna RUU Pemilu itu total dihadiri oleh 385 anggota dewan. Sementara 175 anggota dewan lainnya tidak hadir. Sementara mewakili pihak pemerintah, hadir Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly, dan Menteri Keuangan Sri Mulyani.
Dalam sidang itu, sebanyak 10 fraksi menyampaikan pandangannya. Partai pendukung pemerintah, yakni fraksi dari PDIP, Golkar, PKB, PPP, Nasdem, dan Hanura sepakat untuk memilih opsi A, yakni dengan tetap diterapkannya presidential threshold pada Pemilu 2019. Sementara Gerindra, PKS, PAN, dan Demokrat ngotot untuk memilih opsi paket B.
Dalam paripurna, Wakil Ketua Pansus RUU Pemilu yang juga politikus Gerindra, Ahmad Riza Patria, menegaskan pihaknya konsisten dengan presidential threshold 0%.
"Gerindra tetap tidak ingin ada presidential threshold. Kami ingin mendorong presidential threshold 0%," katanya.
Pihaknya mendorong semua partai politik membangun bangsa dengan memasukkan norma kepemiluan berlandaskan konstitusi karena presidential threshold 20-25% dirasa inkonstitusional.
Berdasarkan pandangan dari tiap fraksi, opsi paket isu krusial pun mengerucut menjadi 2. Barisan partai pendukung pemerintah sepakat dengan opsi paket A, sedangkan Gerindra, PKS, PAN, dan Demokrat sepakat untuk opsi B.
Alotnya pandangan dari 10 fraksi soal opsi paket yang tersedia membuat sidang sempat diskors. Selain jadi kesempatan fraksi untuk melakukan lobi, penundaan rapat itu juga untuk memberikan anggota dewan istirahat.
Sidang kemudian kembali dilanjutkan dengan keputusan untuk mengambil kesepakatan. Pengambilan melalui kesepakatan dengan muswarah mufakat menyeruak. Meski begitu, kata sepakat tak kunjung lahir dalam musyarawah tersebut.
Akhirnya, disepakati bahwa pengambilan keputusan mengenai lima isu tersebut melalui sistem voting. Namun, jelang voting, Fraksi Gerindra, PAN, Demokrat, dan PKS yang konsisten dengan opsi B dengan presidential threshold 0%, memilih untuk mundur (walk out).
"Kami sampaikan pada kesempatan ini bahwa PAN dalam proses pengambilan keputusan terhadap RUU Pemilu, untuk tahapan berikutnya pengambilan keputusan tingkat dua kami nyatakan kami tidak akan ikut dan tidak bertanggung jawab atas putusan," tutur Sekretaris Fraksi PAN Yandri Susanto di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (20/7/2017).
Karena empat fraksi itu walk out, pimpinan DPR yang berasal dari fraksi itu keluar dari arena sidang. Pimpinan sidang yang walk out adalah Fadli Zon, Agus Hermanto, dan Taufik Kurniawan. Sidang hanya menyisakan Fahri Hamzah dan Setya Novanto yang saat itu masih menjabat Ketua DPR tetap berada di dalam ruangan.
Setelah aksi walk out, keputusan aklamasi diambil karena dalam rapat paripurna tersisa enam fraksi yang mendukung opsi paket A, yakni berisi presidential threshold 20/25%, ambang batas parlemen 4%, sistem pemilu terbuka, besaran kursi 3-10, konversi suara saint lague murni.
(Foto: Antara)
"Karena tinggal opsi A. Apa disetujui?" tanya Novanto.
"Setuju," jawab peserta.
Mendengar jawaban dari peserta rapat paripurna, Setya Novanto pun segera mengetok palu tiga kali, tanda pengesahan UU Pemilu.