JAKARTA - Badan Geologi Kementerian Energi Sumber Daya Mineral Kementerian (ESDM) membantah jika kondisi Gunung Anak Krakatau telah memasuki fase mematikan.
"(Gunung) Anak Krakatau tidak benar masuk dalam fase mematikan," kata Sekretaris Badan Geologi Kementerian ESDM Antonius Ratdomopurbo di Kantor ESDM, Jakarta, Kamis (27/12/2018).
Pernyataan KemenESDM menyikapi ahli vulkanologi asal California, Jess Phoenix, yang menyimpulkan Gunung Anak Krakatau sudah masuk fase mematikan setelah ia melihat gambar-gambar erupsi dan menganalisis lini masa erupsi.
Antonius menjelaskan Gunung Krakatau bisa mematikan jika dipandang dari sudut lain tapi tidak seperti yang dijelaskan oleh Jess Phoenix. "Kalau orang naik ke puncak Krakatau ya mematikan," ungkapnya.
Baca: Status Gunung Anak Krakatau Naik Jadi Siaga Radius 5 Km
Baca: Kisah Ibu Korban Tsunami Banten: Anak Saya Terlepas, Sempat Pegang Kerahnya Tapi Sobek
Untuk itu saat ini pihaknya tengah memprediksi longsor di lereng Gunung Anak Krakatau yang menyebabkan tsunami Selat Sunda. Meski sulit ia meyakini timnya mampu mendeteksi seawal mungkin efek dari longsor tersebut.
"Pasang alat terdekat yang mau longsor. Kan seperti itu, dan kita memberi masukan ke BMKG (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika) seperti itu. Kita itu kalau tidak bisa mendeteksi longsor, ya kita deteksi efek dari longsor secepatnya, sedekat-dekatnya," tambahnya.
Antonius mengatakan, letusan Gunung Anak Krakatau menyebabkan strombolian atau lava pijar dari magma di dalam gunung keluar. Letusan itu tidak menyebabkan tsunami namun karena magma yang keluar dan mengalir ke laut.
Ia menggambarkan magma yang keluar dan secara cepat menyentuh air laut bisa menimbulkan tsunami namun magma yang secara perlahan masuk ke laut tidak atau sebaliknya.
"Itulah mengapa efek langsung dari gunung terhadap tsunami itu tidak ada. Karena magma itu berjalan pelan-pelan ke lereng, dan kemudian ke laut, kalau pelan kan tidak menimbulkan tsunami," kata Antonius.
"Jadi sebenarnya dari sisi kita, longsor itu ada dua macam. Longsor yang cepat seperti tanggal 22 (menimbulkan tsunami) langsung masuk ke dalam laut atau rayapan, turun pelan, kalau pelan kan tidak menimbulkan tsunami," tukasnya.
(Rachmat Fahzry)