 
                Sebagai organisasi politik yang bertujuan meraih kekuasaan secara sah dan dibenarkan menurut ketentuan undang-undang, parpol juga berfungsi sebagai sarana pendidikan politik bagi masyarakat luas dan tidak benarkan menjadi produsen hoaks, menyebar berita kebohongan dan kesesatan kepada masyarakat.
Parpol harus menjadi bagian penting membangun demokrasi yang sehat dan berkelanjutan, menjaga kesatuan dan persatuan sebagai perekat kebhinekaan, membangun partisipasi politik publik, menjalankan periodesasi parpol secara demokratis dan bukan ala monarki melalui telunjuk serta berorientasi kesejahteraan rakyat dengan tidak membiarkan korupsi merajalela dalam lingkup pengurus.
Dengan citra partai yang buruk saat ini, keagamaan partai menjadi tanda tanya besar kerena belum menjadikan nilai agama bertransformasi kedalam pelaksanaan kerja-kerja kepartaian, bahkan partai yang berlebel Islam pun menjadi pelaku korupsi jumbo merugikan masyarakat yang berkoar-koar ingin dibelanya.
Partai akan tetap menjadi kelembagaan politik yang merusak dan menyesatkan mental masyarakat sepanjang ajaran agama dinihilkan peranya dalam kehidupan bernegara. Demikian pula, agama yang sekedar menjadi lipstik politik kekuasaan hanya akan menuai celaan dan membawa pada kehidupan agnostisisme pragmatis. Partai agamanya adalah kepentingan dan agama berpolitk untuk keselamatan dan kedamaian umat manusia semesta.
Dalam konteks pilpres kali ini dua capres yang telah banyak menyampaikan pidato dan orasi politiknya melalui kampanye atau media massa memperebutkan kursi Presiden Indonesia. Seperti kata Obama dalam pidato kampanyenya 2004, “In the end, that's what this election is about. Do we participate in a politics of cynicism or a politics of hope?”
Oleh Syamsuddin Radjab
(Direktur Eksekutif Jenggala Center dan Dosen HTN UIN Alauddin, Makassar)
(Edi Hidayat)