JAKARTA - Rapat dengar pendapat (RDP) antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI dihujani interupsi, perihal sejumlah kasus korupsi yang masih mengendap di KPK. Salah satu yang menjadi perhatian dalam rapat yakni perihal kasus mantan Direktur Utama PT Pelindo II, RJ Lino.
Awalnya rapat yang dipimpin oleh anggota Komisi III yakni Desmond Junaedi Mahesa itu menanyakan berapa banyak kasus yang belum bisa diselesaikan oleh KPK. Menurut Desmond, hal itu berkaitan dengan UU baru KPK yang kini memiliki opsi untuk mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).
"Ada satu hal kasus-kasus lama itu udah terselesaikan berapa banyak? sisanya berapa? Kemudian selama bapak jadi komisioner berapa yang sudah dilaksanakan dan berapa belum? ini akan jadi beban pada komisioner baru. Adakah catatan yang layak untuk dilakukan SP3? misal kekurangan alat bukti," tanya Desmond dalam rapat, Rabu (27/11/2019).
Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata pun mengakui bahwa kendala utama dalam penanganan kasus RJ Lino berkaitan dengan alat bukti untuk melihat kerugian negara.
"Kemarin kita sudah menanyakan kepada penyidik untuk perkara RJ Lino itu alat buktinya yang belum cukup terutama terkait kerugian negara," jawab Alexander.
Saat ini, kata Alexander, KPK tengah mengupayakan dan telah mengundang ahli dan BPK untuk menghitung berapa kerugian negara dalam kasus itu.
"Sekarang dalam proses kemarin kami tanyakan, kira-kira kapan hasil audit penghitungan kerugian negara selesai, dijanjikan pertengahan Desember oleh BPK. Kalau sudah selesai kita bisa limpahkan, karena hanya itu yang jadi kendala kenapa perkara RJ Lino itu belum kita limpahkan," tuturnya.
Mendengar jawaban Alexander, anggota Komisi III Benny Kabur Harman pun interupsi. Ia mempertanyakan terkait penetapan tersangka RJ Lino yang sudsh dilakukan namun belum mencukupi bukti.
"Jangan sekali-sekali KPK menetapkan orang jadi tersangka, apabila alat buktinya belum lengkap alasannya mengapa karena KPK tak punya kuasa terbitkan SP3 (dulu sebelum ada UU KPK baru)," ungkap Benny.
"Tadi pimpinan KPK ngomong alat bukti tak lengkap, loh mengapa baru dikatakan sekarang alat bukti tak lengkap berarti ada malpraktek dong ? kalau belum lengkap kenapa ditetapkan tersangka. Ini hati-hati memberi penjelasan ini yang bikin rusak KPK ya penjelasan begini," terangnya.