HAM yang hidup di zaman Laissez Faire yang sering disebut dengan HAM Generasi Pertama ini adalah HAM yang memang sangat Individualis dan Liberalis, oleh karena itu ketika memasuki era berikutnya masuklah konsepsi HAM ke dalam Generasi Kedua pada era Pasca Perang Dunia Kedua. Pada masa Generasi Kedua ini Individualisme dan Liberalisme dianggap tidak cukup untuk melindungi manusia-manusia yang ada di dunia terutama yang menderita akibat penjajahan dan peperangan. Oleh karena itu konsep HAM pun berkembang, tidak hanya meliputi hak-hal sipil saja tetapi juga meliputi Hak-hak Ekonomi, Hak-hak Sosial dan Hak-Hak Budaya. Pada era ini konsep-konsep yang lahir dari ideologi sosialis mendapatkan angin segar dan terakomodasi dalam gagasan-gagasan tentang HAM, misalnya Hak-Hak-hak Dasar Buruh, Hak-hak Berserikat, Hak-hak Pendidikan, Persamaan Derajad di muka hukum dan lain-lainnya.
Pada fase berikutnya HAM pun memasuki Generasi Ketiga, yaitu pada saat munculnya tuntutan-tuntutan Keadilan dan Pemerataan hasil-hasil pembangunan ekonomi dunia, masihnya tuntutan Pelestarian Lingkungan dan serta Tata Kehidupan Dunia Yang Aman, Sehat dan Damai.
Di sisi lain seiring dengan gagasan-gagasan HAM, dalam kehidupan umat manusia di dunia pun terjadi perubahan-perubahan besar yang akhirnya berpengaruh terhadap gagasan-gagasan HAM tersebut. Dimulai dari Revolusi Indusri di Eropa ditandai dengan penemuan mesin uap (Revolusi 1.0), disusul dengan Revolusi Penemuan Listrik (Revolusi 2.0), Revolusi Penemuan Komputer dan Robot (Revolusi 3.0) dan hingga sekarang memasuki Revolusi Gabungan Otomatisasi dengan Siber (Revolusi 4.0). Karakter hubungan antara “rakyat sipil” (civil society) dan dan “Negara” (state) pun sudah berubah sangat drastis.
Di era Revolusi 1.0 – 2.0 perang antar Negara begitu dominan. Sehingga warga Negara suatu Negara dihantui rasa was-was bila negaranya dikalahkan oleh Negara lain secara militer, sehingga nasib warga Negara yang kalah perang ditentukan oleh Negara yang menang perang. Ketika memasuki Revolusi 3.0 yang dikhawatirkan sudah beda lagi. Penguasaan militer satu Negara terhadap Negara lain digantikan dengan penguasan teknologi dan modal dari suatu bangsa yang kuat terhadap bangsa lain yang lemah, dimana aktornya sudah bukan lagi Negara tetapi Multi National Corporation pada tingkat antar Negara maupun Korporasi-korporasi Lokal pada tingkatkan domestik. Pada fase ini isu sumber daya alam: tanah, hutan, sumber air dan lain-lainnya menjadi sorotan pegiat HAM karena konflik-konflik, pemerasan, perampasan dan kekerasan lainnya terhadap mereka yang lemah banyak disebabkan oleh karena isu rebutan pemanfaatan sumber daya alam ini. Para pegiat HAM pun akhirnya pernah memasukkan Jaringan Kapitalis Internasional yang berkolaborasi dengan Negara (State) sebagai subyek ancaman terhadap HAM, sampai-sampai akhirnya para Non State Institutions (Korporasi-korporasi besar) “dipaksa” meratifikasi kepatuhan terhadap HAM dalam Etika Bisnis Perusahaan mereka, kalau tidak harga saham mereka akan hancur.